• Beranda
  • Berita
  • Bantuan sosial harus transparan dan akuntabel di tengah wabah corona

Bantuan sosial harus transparan dan akuntabel di tengah wabah corona

22 April 2020 09:43 WIB
Bantuan sosial harus transparan dan akuntabel di tengah wabah corona
Prajurit TNI AD memindahkan paket bahan pangan dan sembako di rumah dinas walikota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Selasa (21/4/2020). Pendistribusian bantuan penanganan COVID-19 dari pemerintah setempat berupa 13.500 paket bahan pangan dan sembako itu akan di bagikan gratis untuk warga setempat yang terdampak COVID-19. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/pras.

Bencana nasional wabah virus corona atau pandemi COVID-19 tidak hanya menimbulkan korban berupa mereka yang terjangkit virus mematikan itu tetapi juga dampak kepada warga masyarakat rentan yang kehilangan penghasilan akibat wabah itu.

Pekerja harian yang mendapat upah harian untuk keperluan makan dan kebutuhan lainnya merupakan kelompok masyarakat yang rentan terhadap dampak pandemi COVID-19. Dengan adanya penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), mereka tidak dapat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Pada kondisi darurat seperti itu pemerintah merentangkan jaring pengaman sosial untuk membantu mereka yang rentan terdampak bencana agar dapat tetap bertahan.

Sejumlah pihak mengingatkan pelaksanaan program jaring pengaman sosial termasuk bantuan sosial (bansos) tetap transparan dan akuntabel serta tepat sasaran.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta semua institusi pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah memastikan bansos yang dialokasikan bagi warga terdampak PSBB tepat sasaran.

"Pemerintah saat ini telah mengalokasikan beragam bansos bagi warga terdampak PSBB. Termasuk bansos untuk ibu hamil, anak usia dini hingga bantuan untuk kelompok penyandang disabilitas," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (12/4)

Dia mengatakan pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia dengan segala konsekuensinya telah menimbulkan penderitaan bagi jutaan warga.

Dalam situasi seperti saat ini, menurut dia, negara memang harus menyediakan jaring pengaman sosial untuk membantu warga yang kekurangan.

Bamsoet mengingatkan bahwa selama pandemi COVID-19, jutaan pekerja harian di sektor informal dan karyawan kontrak telah kehilangan pekerjaan, jumlahnya akan bertambah setelah Bogor, Bekasi, dan Depok serta daerah lainnya juga menerapkan PSBB.

"Tidak hanya kehilangan pekerjaan, pekerja harian dan karyawan kontrak itu otomatis juga kehilangan sumber pendapatan mereka. Akibatnya tidak hanya dirasakan para pekerja, melainkan juga istri dan anak-anak mereka," ujarnya.

Bahkan, menurut dia, mereka yang masih bisa bekerja pun seperti pengemudi transportasi daring, mengalami penurunan pendapatan sangat tajam.

"Hal itu disebabkan masyarakat memilih berdiam di rumah dan kejadian yang sama juga dialami para pedagang kaki lima di perkotaan," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, beberapa kementerian serta pemerintah daerah sebagai penanggung jawab penyaluran ragam bansos harus cekatan dalam mendata warga yang layak menerima.

"Kerja pendataan harus cepat tetapi akurasi tidak boleh diabaikan. Pendataan harus akurat agar penyaluran ragam bansos tepat sasaran," katanya.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan pilihan bantuan dan target sasaran yang ditetapkan pemerintah sudah tepat seperti mengalokasikan bantuan sembako, bantuan langsung tunai, diskon tarif listrik hingga program keselamatan yang dilaksanakan Polri.

Bamsoet mengatakan warga terdampak pandemi COVID-19 yang kehilangan pekerjaan disediakan bantuan melalui Kartu Pra Kerja, pelaku UMKM juga mendapat kesempatan untuk meringankan beban karena ada stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR).

"Sedangkan dari Dana Desa, disediakan program bansos untuk 10 juta keluarga. Selain itu, pemerintah juga menggagas percepatan program padat karya tunai untuk mencetak lapangan kerja," ujarnya.

Dia juga mengajak masyarakat ikut mengawasi agar semua bansos tersebut tepat sasaran dan tidak diselewengkan.

Bamsoet juga meminta pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian dan transparansi dalam pengelolaan dana penanganan COVID-19 senilai sekitar Rp405 triliun.

"Langkah itu perlu dilakukan sehingga dapat meminimalkan kebocoran anggaran dan pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan," kata Bamsoet.

Dia menilai dana yang dianggarkan pemerintah itu jika tidak diawasi, rawan untuk disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Karena itu menurut dia perlu langkah pencegahan terhadap kemungkinan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana bencana tersebut.

Selain itu, ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terus mengawasi pengelolaan dan penggunaan dana bantuan yang diterima pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.

"Itu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dana bantuan di tengah upaya besar pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana nasional ini," ujarnya.

Dia juga meminta KPK perlu mengawasi kinerja kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan institusi lainnya untuk transparan dalam mengelola bantuan.

Langkah itu menurut dia diwujudkan dengan membuat laporan administrasi dan memublikasikan segala bentuk sumbangan serta bantuan yang diterima terkait penanggulangan COVID-19, guna meminimalkan potensi gratifikasi atas penerimaan sumbangan dari masyarakat.

"Saya juga mendorong pemerintah memanfaatkan situs resmi untuk memublikasikan penerimaan dan penggunaan bantuan yang diterima, serta melalui situs tersebut, pemerintah juga disarankan melakukan pemutakhiran data setiap hari sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah," katanya.

Bamsoet juga mengajak masyarakat dan media massa untuk ikut mengawasi berbagai bantuan, baik dana dari pemerintah maupun dana yang telah diberikan banyak negara dan kelompok masyarakat dalam menanggulangi COVID-19 di Tanah Air.
 

Baca juga: Pemerintah bagikan sembako kepada 1,2 juta keluarga di DKI Jakarta

Baca juga: Kemensos salurkan bantuan bagi disabilitas-lansia terdampak COVID-19



Tepat sasaran

Sementara itu Presiden Joko Widodo meminta bantuan dalam jaring pengaman sosial untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 diberikan secara cepat dan tepat sasaran kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Pelaksanaannya betul-betul tepat sasaran. Data dari kelompok-kelompok penerima manfaat juga ‘by name by adress’ (sesuai nama dan sesuai alamat), sehingga tepat dan akurat. Libatkan RT atau RW dan pemerintah desa dan pemerintah daerah. Sehingga betul-betul bantuan ini bisa tepat, kata Presiden Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui telekonferensi mengenai Efektivitas Penyaluran Program Jaring Pengaman Sosial dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (7/4).

Kepala Negara juga meminta penyaluran dalam jaring pengaman sosial itu dilakukan secara cepat, tanpa ada birokrasi yang menyulitkan. Dia meminta jajaran kementerian memastikan program jaring pengaman sosial juga dirasakan oleh pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), oleh pedagang sembako di pasar tradisional, hingga pelaku usaha transportasi ojek sehingga bisa menggerakkan, mengikutsertakan usaha-usaha di bawah dan bersama-sama, ekonomi di bawah ikut bergerak.

Secara keseluruhan, dalam mengatasi dampak sosial ekonomi dari pandemi COVID 19, pemerintah menyiapkan sekitar Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial (“social safety net”) yang diprioritaskan bagi masyarakat dengan segmen ekonomi bawah.

Jaring pengaman sosial itu, antara lain perluasan jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dari 9,2 juta penerima menjadi 10 juta, dengan nilai manfaat yang ditingkatkan sebesar 25 persen, serta mekanisme pencairan menjadi sebulan sekali dari tiga bulan sekali.

“Kemudian Program Sembako dinaikkan dari 15,2 juta penerima menjadi 20 juta penerima manfaat yang nilainya dinaikkan 30 persen dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu dan diberikan selama sembilan bulan,” tambah Jokowi.

Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), pemerintah juga menyiapkan bantuan sosial khusus, untuk sekitar 3,7 juta berbasis keluarga. Jabodetabek merupakan wilayah yang rentan kasus positif COVID-19, terutama DKI Jakarta dengan kasus positif COVID-19 terbanyak di Indonesia.

Sekitar 1,1 juta disalurkan Pemprov DKI Jakarta, dan sekitar 2,6 juta disiapkan oleh pemerintah pusat selama dua bulan sesuai dengan masa tanggap darurat yang ditetapkan oleh Satgas COVID-19.

Terkait pengawasan program bantuan sosial, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam mengawal pelaksanaan program untuk masyarakat terdampak COVID-19 sehingga berjalan efektif dan tepat sasaran.

"Masih ada keluarga miskin dan rentan yang terdampak COVID-19 tidak tercakup dalam DTKS. Karena itu, daerah harus berinisiatif mendata warga terdampak baru," kata Menko PMK dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa (21/4)..

Menko PMK Muhadjir memastikan data-data penerima bantuan sosial transparan, tepat sasaran dan sesuai dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Bagi keluarga miskin dan rentan yang belum masuk dalam DTKS selanjutnya harus dimasukkan dalam DTKS.

Menurut Muhadjir, penanganan COVID-19 ini momentum yang tepat untuk lebih memutakhirkan DTKS, yaitu dengan melakukan pendataan ulang terutama bagi masyarakat yang layak mendapat bantuan namun belum masuk dalam DTKS.

"Kami minta dukungan atau rekomendasi dari KPK untuk diperbolehkan menyalurkan bantuan sosial kepada warga di luar DTKS yang memenuhi syarat dan sesuai kriteria. Namun selanjutnya warga-warga tersebut menjadi prelist untuk diusulkan masuk dalam DTKS penetapan selanjutnya, sehingga kementerian-lembaga penyalur bantuan sosial memiliki pegangan dan kepastian," kata Menko PMK.

Pemerintah, kata Muhadjir, selanjutnya akan menyalurkan bantuan sosial dengan baik, transparan dan memegang teguh akuntabilitas.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menekankan data terbaik yang dapat dijadikan acuan penyaluran bantuan sosial ialah DTKS yang memuat data masyarakat yang telah dipadankan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

"Data paling valid untuk bagikan bansos adalah DTKS. Namun saat pemda melakukan pembagian, tetap harus verifikasi agar menjadi bahan untuk perbaikan DTKS," kata dia.

Ia pun menegaskan KPK akan turut mengawal program bantuan sosial COVID-19 dengan mengoptimalkan sembilan Koordinator Wilayah (Korwil) KPK, Inspektorat Kementerian-Lembaga, dan Kabupaten-Kota.

Baca juga: 421.177 KK terdampak COVID-19 di Banten diberi bantuan

Baca juga: Paket bantuan sembako pemerintah berisi beras sampai sabun mandi

Pewarta: Agus Salim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020