Harga minyak melonjak pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), memperpanjang rebound setelah negara-negara penghasil minyak utama mengatakan akan mempercepat pemotongan produksi yang direncanakan untuk memerangi penurunan permintaan dramatis akibat pandemi COVID-19.Minyak WTI naik tajam 2,72 dolar AS atau 19,7 persen menjadi 16,50 dolar AS per barel
Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni naik tajam 2,72 dolar AS atau 19,7 persen, menjadi menetap di 16,50 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni, naik 0,96 dolar AS atau 4,7 persen, menjadi ditutup pada 21,33 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Baca juga: Minyak AS melonjak 19 persen dalam perdagangan yang fluktuatif
Harga minyak mentah telah mengalami salah satu minggu yang paling sulit.
Minyak mentah WTI untuk pengiriman Mei ditutup pada negatif 37,63 dolar AS per barel pada Senin (20/4/2020), dalam aksi jual terburuk dalam sejarah. Acuan global, minyak mentah Brent telah dibanting pada Selasa (21/4/2020), mencapai level terendah dua dekade sebelum rebound.
Sejak awal tahun, kedua minyak mentah acuan telah kehilangan lebih dari dua pertiga nilainya. Permintaan bahan bakar turun sekitar 30 persen di seluruh dunia pada April dan pasokan akan melampaui permintaan selama beberapa bulan mendatang karena pandemi.
"Kami melihat reaksi nyata dalam industri AS terhadap harga super rendah ini dan itu menciptakan beberapa tanda-tanda positif yang memungkinkan harga rebound sedikit," kata John Kilduff, mitra di hedge fund Again Capital LLC di New York, dikutip dari Reuters.
"Tapi masih sulit untuk bergairah dengan harga di atas 15 dolar AS per barel."
Dia merujuk pada penurunan jumlah rig minyak AS ke level terendah sejak 2016 dan penurunan 100.000 barel per hari (bph) dalam produksi minyak mentah AS minggu lalu menjadi 12,2 juta barel per hari.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan negara-negara penghasil minyak lainnya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat bulan ini untuk memangkas produksi dengan rekor 9,7 juta barel per hari, sekitar 10 persen dari pasokan global, guna mendukung harga minyak, tetapi harga terus menurun.
Kuwait mengatakan pada Kamis pihaknya telah mulai memotong pasokan minyak ke pasar internasional, menjelang 1 Mei ketika kesepakatan itu seharusnya berlaku.
Apakah itu akan cukup untuk mengimbangi permintaan yang lemah, belum jelas. Rystad Energy memangkas perkiraan permintaan minyak pada 2020 menjadi 89,2 juta barel per hari, turun 10 persen dari 2019. Pekan lalu, konsultan energi itu memproyeksikan permintaan akan turun menjadi 90,3 juta barel per hari pada 2020.
Rusia sedang mencari opsi untuk mengurangi produksinya dan mungkin akan membakar minyaknya sendiri, kata sumber. Produksinya tidak banyak berubah dari Maret hingga sekarang.
Pasar juga menguat setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan ia telah menginstruksikan Angkatan Laut AS untuk menembaki setiap kapal Iran yang mengganggu AS di Teluk, meskipun ia menambahkan kemudian ia tidak mengubah aturan keterlibatan militer.
Kepala Pengawal Revolusi Iran mengatakan Teheran akan menghancurkan kapal perang AS jika keamanannya terancam di Teluk.
“Ini meningkatkan ketegangan sekali lagi antara AS dan Iran. Namun, mengingat kelebihan yang kita miliki di pasar minyak, sulit untuk melihat penawaran ini bertahan lama di pasar, kecuali situasinya semakin meningkat," kata kepala strategi komoditas ING, Warren Patterson.
Baca juga: Dolar AS sedikit menguat di tengah data ekonomi yang suram
Baca juga: Emas berjangka naik lagi 7,1 dolar didorong harapan stimulus AS
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020