"PLTN generasi sekarang telah dirancang dengan mengedepankan kaidah keselamatan yang lebih baik dan lebih ketat. Selain itu, dalam perancangannya menganut filosofi pertahanan berlapis (defense in depth), dan untuk menjaga penyebaran zat radioaktif ke lingkungan dirancang sistem fisik penghalang ganda (multiple barriers)," kata Dhandhang dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Minggu.
Baca juga: Batan miliki fasilitas penyimpanan tulang pasien rumah sakit
Setelah kecelakaan pada PLTN Chernobyl di Ukraina, Dhandhang menuturkan prinsip keselamatan nuklir menjadi yang utama. Pertahanan berlapis itu, di antaranya reaktor nuklir sekarang mampu melakukan "shutdown" atau berhenti beroperasi secara otomatis apabila terjadi kecelakaan. Selain itu, tekanan di ruangan dimana reaktor dibangun, juga dikondisikan lebih kecil dari lingkungan sekitarnya, sehingga apabila ada kecelakaan diharapkan udara tersedot ke dalam.
Dhandhang menuturkan penerapan sistem keselamatan pengoperasian reaktor dengan pertahanan berlapis dan sistem fisik penghalang ganda juga berlaku pada reaktor riset di Indonesia.
Tiga reaktor riset yang ada di Indonesia, yakni Reaktor Triga 2000 di Bandung, Kartini di Yogyakarta, dan GA. Siwabessy di Serpong. Reaktor nuklir untuk tujuan riset ini telah menerapkan kaidah fail-safe (gagal-selamat), pertahanan berlapis (defense in depth), dan sistem fisik penghalang berganda (multiple barriers) yang memadai.
Menurut Dhandhang, saat ini teknologi reaktor telah berkembang pesat, yang mana keselamatan reaktor yang didesain pada akhir-akhir ini telah mengedepankan prinsip desain keselamatan melekat (inherent safety) dan sistem keselamatan pasif (pasive safety system) yang tinggi.
Baca juga: Radiasi sinar gamma untuk mudahkan pengembangan vaksin
Baca juga: Tingkatkan kekebalan tubuh dengan vaksin
"Penelitian tentang inherent safety dan pasive safety terus berkembang dan dilakukan di Batan," ujar Dhandhang.
Kecelakaan nuklir yakni meledaknya PLTN Chernobyl terjadi pada 26 April 1986 di Ukraina yang pada saat itu masih bergabung dengan Rusia.
Saat itu, tepatnya pukul 01.23 dini hari, salah satu dari 4 modul reaktor Chernobyl meledak, sekitar 28 pekerja meninggal seketika akibat ledakan reaktor tersebut. Peristiwa itu meninggalkan trauma yang besar bagi seluruh masyarakat dunia, khususnya para ilmuwan yang berkecimpung di bidang teknologi nuklir.
Dhandhang mengatakan kecelakaan pada reaktor Chernobyl murni karena keteledoran manusia. "Kecelakaan itu disebabkan oleh kesalahan manusia dalam hal ini operator yang melakukan suatu eksperimen pada daya tingkat rendah atau di bawah daya nominal sebelum reaktor dimatikan," tutur Dhandhang.
Reaktor chernobyl saat itu sesungguhnya sudah dilengkapi dengan sistem otomatisasi yang mampu melakukan '"shutdown" jika terjadi kecelakaan. Namun, untuk kepentingan eksperimen, sistem otomatisasi yang menghambat penurunan daya dimatikan.
Baca juga: Paparan radioaktif ditemukan lagi di lokasi lain Kompleks Batan Indah
Baca juga: BATAN: Paparan radiasi di Batan Indah turun menuju batas normal
Dengan matinya sistem otomatisasi, akhirnya dalam penurunan daya yang dilakukan secara manual tersebut melampaui batas keselamatan yang dipersyaratkan.
Tidak lama kemudian terjadi lonjakan energi secara tiba-tiba yang tak terduga. Ketika operator mencoba mematikan secara darurat, terjadi lonjakan daya yang sangat tinggi yang menyebabkan tangki reaktor pecah dan diikuti serangkaian ledakan uap.
Ledakan itu menyebabkan kebakaran hebat yang berlangsung selama sepekan penuh dan melepaskan debu partikel radioaktif ke udara.
"Ledakan ini membahayakan bagi operator di sekitar reaktor karena radiasi alpha, beta, dan gamma yang memancar langsung dari pusat reaktor yang perisai radiasinya sudah rusak," tuturnya.
Zat radioaktif yang terdapat di dalam teras reaktor dapat berupa gas, bahan yang mudah menguap (volatil) dan bahan yang tidak menguap (non volatil). Zat radioaktif yang berbentuk gas maupun volatil akan mudah terbawa oleh angin dan kalau sampai masuk ke dalam tubuh manusia akan sangat membahayakan.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020