• Beranda
  • Berita
  • Peneliti: Genjot realisasi investasi langsung atasi dampak pandemi

Peneliti: Genjot realisasi investasi langsung atasi dampak pandemi

28 April 2020 16:07 WIB
Peneliti: Genjot realisasi investasi langsung atasi dampak pandemi
Ilustrasi: Sejumlah pekerja memproduksi pakaian disalah satu pabrik garmen di Bogor, Jawa Barat. ANTARA JABAR/Yulius Satria Wijaya/agr.

Jepang sudah memutuskan akan merelokasi investasi beberapa industri di China

Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai pemerintah harus menggenjot realisasi investasi langsung sebagai salah satu solusi mengembalikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke jalurnya jika pandemi COVID-19 usai.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, Enny mengatakan realisasi investasi langsung, terutama di sektor manufaktur dalam beberapa tahun terakhir sangat minim. Padahal, investasi di industri tersebut sangat besar manfaatnya bagi perekonomian.

"Selain menciptakan berbagai produk substitusi impor, sektor manufaktur sangat besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja. Investasi di sektor manufaktur inilah yang selama ini diabaikan padahal sangat dibutuhkan bagi perekonomian," ujar Enny.

Realisasi investasi langsung diharapkan dapat menjadi solusi atas peliknya dampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan jutaan buruh terkena pemutusan hubungan kerja.

Baca juga: Menperin: Investasi manufaktur kuartal I naik 44 persen

Menurutnya, pemerintah harus jeli memanfaatkan momentum rencana sejumlah negara merelokasi investasinya keluar dari China ke negara-negara ASEAN akibat pandemi COVID-19.

Enny mengatakan kemunculan pandemi COVID-19 telah menyadarkan banyak pihak akan tingginya risiko bila menempatkan investasi terpusat di satu negara saja.

Meskipun sebagian pihak berpendapat rantai pasokan global menjadi lebih efisien, namun menempatkan investasi di satu negara akan mengakibatkan ketergantungan yang luar biasa.

"Itu sebabnya Jepang sudah memutuskan akan merelokasi investasi beberapa industri di China,” tambah Enny.

Relokasi investasi, lanjut dia, akan menjadi kecenderungan global. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia agar tidak kehilangan momentum. Terlebih, dalam dua tahun terakhir, penanaman modal asing terus tumbuh negatif.

Rantai pasokan global yang terpusat di China dalam beberapa tahun terakhir telah mengakibatkan industri manufaktur kita terseok-seok karena kalah bersaing.

Enny juga menyampaikan bahwa selama ini komitmen investasi sebetulnya terus berdatangan. Namun, komitmen investasi tidak serta merta terealisasi karena kerap menghadapi berbagai hambatan, seperti tidak adanya kepastian berusaha dan kurang memadainya infrastruktur penunjang.

Baca juga: Apindo khawatir dampak RUU Cipta Kerja tanpa klaster ketenagakerjaan

Oleh karena itu, pemerintah selayaknya harus bisa memberikan kepastian usaha terhadap investor melalui regulasi yang mendukung.

Enny menuturkan investor selalu menginginkan kepastian secara terperinci sejak awal. Pemerintah juga perlu melakukan pendekatan kepada investor untuk mengetahui kebutuhan mereka. Pendekatan seperti itu akan jauh lebih efektif untuk mencapai titik temu. Selain soal kepastian berusaha, persoalan lain yang menjadi kekhawatiran investor adalah infrastruktur.

"Pemerintah harus menyiapkan infrastruktur yang memadai, seperti kawasan industri yang mampu menekan harga energi dan menyediakan konektivitas logistik yang efisien," kata Enny.

Baca juga: BKPM: Realisasi investasi triwulan I 2020 tumbuh 8 persen

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020