Bupati Banggai Herwin Yatim yang merupakan bakal calon petahana pada Pilkada Banggai 2020 terancam didiskualifikasi karena melakukan rotasi pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Banggai pada tanggal 22 April 2020 kemarin.
Buntut pelantikan atau rotasi pejabat eselon III itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banggai mulai melakukan sejumlah penelusuran dan pencarian bukti pendukung. Pelantikan yang dilakukan oleh Bupati Banggai Herwin Yatim didampingi Wakil Bupati Banggai Mustar Labolo itu dianggap melanggar pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Ketua Bawaslu Kabupaten Banggai, Becce Abdul Junaid saat dimintai keterangan belum mau berbicara lebih. Ia hanya mengatakan pihaknya saat ini masih melakukan penelusuran dan mencari bukti-bukti lain, selain rekaman video atas pelaksanaan pelantikan itu.
“Kalau merujuk pada pasal 71 ayat 2 itu pelanggaran. Tapi kami telusuri dulu,” imbuhnya.
Bawaslu juga telah melakukan rapat koordinasi dengan Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Banggai pada tanggal 24 April 2020. Hasilnya, belum dirilis ke publik namun sejumlah pejabat telah diundang untuk dimintai keterangan.
Baca juga: DPR setuju tunda pemungutan suara Pilkada menjadi 9 Desember 2020
Empat pejabat yang dirotasi Bupati Banggai Herwin Yatim yaitu Camat Bunta, Arstad Tamagola pindah sebagai Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertukar posisi dengan Idham Chalid. Kemudian, Sekretaris Dinas Perpustakaan, Abdullah Abu Bakar menjadi Inspektur Pembantu II di Inspektorat Daerah Kabupaten Banggai, bertukar posisi dengan Junaedi Sibay.
Ketegasan Bawaslu
Sementara itu, Irwanto Kulap, Legislator Banggai mengungkapkan pelantikan pejabat eselon III yang dilakukan Bupati Banggai Herwin Yatim jika ditelisik dari penjabaran pasal 71 ayat 2 Undang-undang Nomor 10 tahun 2016, jelas dikatakan bahwa petahana tidak dapat melakukan pelantikan enam bulan sebelum dan sesudah penetapan calon bupati.
“Kalau merujuk ke situ (UU Pemilu) maka tidak dibenarkan pimpinan daerah yang ikut pilkada melakukan pelantikan enam bulan sebelum dan sesudah penetapan calon sampai tanggal 8 Juli 2020 nanti. Tapi beberapa waktu lalu pak bupati melakukan pelantikan terhadap empat pejabat eselon III,” katanya, Selasa (28/4).
Tindakan itu, kata Irwanto, jelas bertentangan dengan aturan yang berlaku. Sebab, jika merujuk pada Undang-undang nomor 10 tahun 2016 maka Bupati Banggai Herwin Yatim sejatinya tak boleh lagi melakukan rotasi atau pelantikan pejabat. Sebab, Ia masih akan bertarung pada Pilkada 2020 nanti.
Dalam aturan, jelas disebutkan bahwa bupati bisa melakukan pelantikan asalkan telah mendapatkan surat ijin tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Namun, pelantikan empat pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banggai kemarin, diduga tanpa didasari ijin dari Mendagri.
Baca juga: Mendagri: Jangan dulu alihkan anggaran Pilkada 2020 untuk Corona
Melihat hal itu, Irwanto mendesak Bawaslu Banggai agar segera mengambil sikap tegas untuk menunjukkan posisinya sebagai lembaga yang diamanatkan undang-undang mengawasi jalannya pemilihan umum kepala daerah di Kabupaten Banggai.
“Kiranya Bawaslu sebagai lembaga yang diberikan fungsi pengawasan pemilukada dengan tingkatan harusnya dapat mengamankan Undang-undang nomor 10 yang menjadi pijakan,” katanya.
Mengenai isu yang beredar bahwa pelantikan tersebut telah dibatalkan oleh Bupati Banggai Herwin Yatim, Irwanto, menilai hal itu adalah persoalan lain. Sebab, faktanya pelantikan telah terjadi dan Bawaslu harus bertindak melalui Sentra Gakkumdu untuk kepastian hukumnya.
“Bawaslu jangan menggantung. Kalau bersalah proses sesuai aturan yang berlaku tapi kalau tidak bersalah maka segera katakan tidak. Sehingga ada kepastian hukum atas dugaan pelanggaran itu,” pungkas Legislator yang terlahir dari partai berlogo pohon beringin rindang itu.
Baca juga: MK lakukan penyesuaian regulasi terkait pilkada diundur
Tak hanya Bawaslu, Irwanto juga mendesak Kementerian Dalam Negeri untuk segera menyikapi persoalan ini. Menurutnya, pelantikan itu seyogyanya baru bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan Mendagri. Maka sudah seharusnya ada keterangan dari Mendagri apakah pelantikan yang dilakukan oleh Bupati Banggai telah mendapat restu dari Kementerian Dalam Negeri atau belum.
Legislator Golkar ini mengatakan penundaan pelantikan itu tertuang pula dalam surat edaran MenPAN-RB terkait 'work from home' hingga tanggal 21 April kemarin. Berdasarakan hal itu, pengajuan izin oleh pimpinan daerah untuk rotasi pejabat seharusnya belum bisa dilakukan. Terlebih, saat ini informasi terkait edaran bekerja dari rumah diperpanjang.
“Kalau pelantikan itu mendapatkan restu dari Mendagri maka itu sah. Artinya tidak ada masalah. Nah, pertanyaannya pelantikan tanggal 22 kemarin itu apakah sudah mendapatkan ijin tertulis dari menteri? Saya kira ini perlu dijawab,” tegasnya.
Mengapa hal itu penting dijawab oleh Mendagri, kata Irwanto, karena jawaban dari Mendagri nantinya akan berimplikasi langsung pada tahapan pilkada di Kabupaten Banggai, khususnya pada penetapan calon bupati nanti.
Baca juga: Pilkada 9 Desember, KPU: Perppu harus terbit April ini
Irwanto juga mengatakan sejatinya lembaga tempatnya bernaung bisa melakukan panggilan kepada Bupati Banggai Herwin Yatim untuk memintai keterangan terkait pelantikan kemarin. Itu bisa dilaksanakan dengan memanfaatkan hak interpelasi DPRD Banggai.
“Bisa melalui hak interpelasi. Kita bisa undang Bupati, Bawaslu dan lainnya untuk memintai keterangan terkait pelantikan itu. Tapi itu bukan kewenangan saya. Semua bergantung pada pimpinan lembaga ini, ketua DPRD Banggai,” imbuhnya.
Dinilai pelanggaran
Senada dengan itu, mantan Legislator DPRD Banggai, Zulharbi Amatahir mengatakan berkaitan dengan pelantikan yang dilakukan oleh bupati dan wakil bupati banggai kemarin, secara normatif ketika dikaji dalam perspektif Undang-undang nomor 10 tahun 2016 pada pasal 71 ayat dua, jelas telah melakukan pelanggaran.
Poin yang mengatakan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota tidak dapat melakukan pergantian pejabat 6 bulan sebelum dan 6 bulan sesudah penetapan pasangan calon.
"Di pasal 71 ayat 2 tersebut jelas dan tegas disebutkan. Tidak ada ruang interpretasi hukum lagi terkait soal itu. Terkecuali sudah ada permohonan pelantikan dan ada balasan surat dari Kementerian Dalam Negeri tentang diijinkannya pelantikan kemarin," kata pria yang saat ini aktif sebagai advokat itu.
Pada pasal 71 ayat 5 juga dijelaskan bahwa ada dampak hukum yang ditimbulkan ketika pasal 71 ayat 2 itu dilanggar. Yaitu, dicoretnya petahana sebagai pasangan calon.
Baca juga: KPU: Realokasi dana Pilkada Rembang tunggu petunjuk Kemendagri
"Nah, ini ujian bagi penyelenggara dapatkah mereka menunjukkan lembaganya sebagai lembaga pengawas pemilukada yang diberikan amanat oleh undang-undang?" imbuhnya.
Meski begitu, Ia mengatakan masih memiliki kepercayaan lembaga di bawah kepemimpinan Becce Abdul Junaid itu mampu menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran petahana ini. "Kalau ditanya ke saya terkait kepercayaan terhadap lembaga Bawaslu, saya masih menaruh harapan atas lembaga tersebut," tuturnya.
Bupati Banggai Herwin Yatim saat dimintai keterangan enggan berkomentar. Ia hanya menanyakan pelanggaran apa via pesan singkat WhatsApp? ketika awak media menanyakan soal dugaan pelanggaran yang tengah ditelusuri oleh Bawaslu Banggai. Saat dipertegas terkait dugaan pelanggaran pasal 71 ayat 2 Undang-undang nomor 10 tahun 2016, Bupati Herwin hanya menyodorkan link sebuah berita yang menyatakan opsi penundaan pilkada 2020 di tengah wabah virus corona.
Pewarta: Stepensopyan Pontoh
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020