Ekspresi musikal yang terbuat dari instrumen bambu itu sudah mendunia, karena sekarang jegog dari Jembrana sering mengadakan lawatan ke berbagai negara, khususnya ke Jepang secara berkesinambungan setiap tahun.
Kesenian jegog yang dibawakan Sanggar Yudistira Kabupaten Jembrana itu mendapat sambutan sangat antusias dari masyarakat maupun wisatawan mancanegara yang sedang menikmati liburan di Pulau Dewata.
Dalam jagad kepariwisataan Bali, jegog hadir sebagai seni pertunjukan musik dan tari yang cukup digemari wisatawan mancanegara.
Musik tradisi yang terbuat dari bilah bambu berukuran cukup besar ini awalnya berfungsi sebagai media komunikasi dan hiburan rakyat, terutama usai warga melakukan panen padi.
Jegog bukan sebuah ekspresi musik baru, namun sudah dikenal oleh masyarakat Bali Barat sejak tahun 1912 atau hampir telah berusia satu abad.
Dr I Ketut Suwentra SST MSc, dalam bukunya berjudul "Jegog, Seni Pertunjukan Unggulan Kabupaten Jembrana" menyebutkan, bahwa gamelan jegog diciptakan oleh Ki Yang Gelinduh di Banjar Sebual, Negara.
Pada awal kemunculannya, konon gamelan jegog berfungsi sebagai media komunikasi, yakni mengumpulkan orang-orang untuk bergotong royong dalam berbagai kegiatan agraris tradisional masyarakat pedesaan.
Namun perkembangannya lebih lanjut untuk kepentingan hiburan, baik dalam sajian musik instrumental maupun untuk mengiringi atraksi seni ketangkasan pencak silat bahkan tari joged.
Gamelan jegog cukup fleksibel menerima pembaharuan, karena dalam perjalanannya, mengadopsi instrumen kendang, cengceng, dan tawa-tawa.
Instrumen pemurba irama, mengaya ritme, dan pembawa tempo itu dipakai saat mengiringi tari-tarian seperti yang disuguhkan dalam memeriahkan PKB. (*)
Pewarta: imung
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009