23 Meninggal Akibat Gizi Buruk di NTB

24 Juni 2009 13:07 WIB
23 Meninggal Akibat Gizi Buruk di NTB
Mataram (ANTARA News) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam empat bulan terakhir (Januari-April) 2009 menemukan 268 kasus gizi buruk, sebanyak 23 orang di antaranya meninggal dunia dan 63 orang sedang dalam proses perawatan.

Sisanya berhasil disembuhkan, kata Kepala Dinkes NTB dr H. Muhammad Ismail kepada wartawan di Mataram, Rabu.

Ia mengatakan, jumlah kasus gizi buruk tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 466 kasus, dan sebanyak 20 orang di antaranya meninggal dunia.

"Masih banyaknya kasus gizi buruk di NTB bukan karena kasusnya bertambah, melainkan karena petugas di lapangan semakin aktif mendata penderita gizi bermasalah. Gizi buruk bukan semata-mata akibat kekurangan gizi, tetapi bisa juga disebabkan penyakit penyerta," ujarnya.

Ia mengatakan, petugas surveilans di lapangan semakin aktif melakukan pendataan penderita gizi bermasalah. Kasus yang ditemukan kemudian segera dibawa ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang telah dilengkapi dengan pusat pengobatan kasus gizi buruk atau Therapy Feeding Centre (TFC).

Menurut dia, penderita gizi buruk kini tidak perlu lagi dirawat di rumah sakit kabupaten atau provinsi, tetapi cukup ditangani oleh petugas puskesmas karena sebagian besar fasilitas kesehatan tersebut telah dilengkapi TFC.

"Belum lama ini kami melatih sejumlah petugas kesehatan di puskesmas agar mampu mengoperasikan peralatan TFC tersebut, sehingga sekarang sumber daya manusia (SDM) di puskesmas sudah mampu menangani kasus gizi buruk," kata Ismail.

Menurut dia, hingga kini masyarakat masih menganggap bahwa gizi buruk diakibatkan oleh masalah ekonomi, artinya para orang tua tidak mampu memberikan asupan gizi dalam jumlah yang mencukupi kepada anak-anak mereka.

Padahal ada anak-anak yang menderita gizi buruk akibat penyakit yang menyebabkan mereka tidak memiliki nafsu makan sehingga akhirnya mengakibatkan kekurangan asupan gizi. Dalam kasus itu, penyakit penyerta harus disembuhkan terlebih dulu baru kemudian kasus gizi bermasalah ditangani.

Ia mengakui kasus gizi buruk juga tidak terlepas dari penanganan bayi oleh para bidan desa. Karena itu para bidan desa diharapkan terus memantau kondisi gizi bayi yang baru lahir agar tidak menderita gizi buruk. (*)

Pewarta: bwahy
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009