"Tingkat akurasi data warga berpenghasilan rendah dan termasuk miskin akibat pandemi COVID-19 berpotensi menjadi persoalan. Sehingga, Pemprov Jabar konsisten memvalidasi penerima bansos gubernur secara berjenjang dan melibatkan banyak pihak," kata Daud Achmad, Kamis.
Daud menegaskan, kendati validasi data dilakukan, penyaluran bansos provinsi Jabar sudah dilakukan supaya dampak sosial dan ekonomi akibat pandemi COVID-19 bisa tertangani.
"Saya menyampaikan bahwa bantuan sosial (gubernur) sudah berjalan, memang belum banyak. Data terakhir yang sudah tersalurkan dan berhasil diserahkan kepada 23.700 KK dan ada beberapa yang mengembalikan," kata Daud.
Bantuan tersebut disalurkan berdasarkan surat dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat Nomor 466.2/1545/pfm terkait Penetapan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Penerima Bantuan. Ditetapkan sebanyak 445.339 Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS) akan mendapatkan bansos gubernur yang penyalurannya bertahap 10-15 hari.
Menurut Daud, angka 445.339 KK itu berdasarkan data yang telah bersih, jelas, dan tertuang dalam Keputusan Gubernur Jabar Nomor: 406/Kep.231-Dinsos/2020 tentang Daftar KRTS Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Penerima Bantuan Pemda Provinsi Jabar bagi Masyarakat yang Terdampak Ekonomi Akibat Pandemi COVID-19.
Adapun KRTS non DTKS, kata Daud, masih divalidasi ulang di kabupaten/kota. Data awal yang telah disetorkan ke provinsi, dikembalikan ke kabupaten/kota untuk disaring kembali.
"Masalah data ini sangat dinamis. Kita berharap data ini datang dari RW sesuai alur. Data dari RW berjenjang sampai ke tingkat provinsi, diajukan oleh bupati/wali kota by name by addrees. Dilampirkan dengan surat tanggung jawab mutlak," katanya.
Baca juga: Pemprov Jabar nilai kades tolak bansos karena kurang informasi
Baca juga: Pemprov Jabar telah salurkan bansos terdampak COVID-19 ke 23.700 KK
Tidak sederhana
Validasi data KRTS non DTKS bukan perkara sederhana karena ada sembilan jenis bantuan dari instansi yang berbeda-beda. Bansos gubernur senilai Rp500 ribu merupakan salah satu dari sembilan pintu bantuan kepada warga terdampak pandemi COVID-19.
Sembilan pintu itu adalah Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bantuan sosial (bansos) dari presiden untuk perantau di Jabodetabek, Dana Desa (bagi kabupaten), Kartu Pra Kerja, bantuan tunai dari Kemensos, bansos gubernur, serta bansos dari kabupaten/kota.
"Ini siapa yang memilahnya bahwa keluarga A mendapatkan PKH. Keluarga B dapat sembako. Keluarga C dapat dari presiden. Dari data yang kita minta ke kabupaten/kota. Kabupaten/kota yang memilah itu," kata Daud.
Hal tersebut perlu dilakukan supaya tepat sasaran, tidak tumpang tindih, dan berkeadilan. Selain itu, Pemda Provinsi Jabar menggagas Gerakan Nasi Bungkus atau Gasibu yang bertujuan untuk memastikan semua masyarakat Jabar dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya.
Daud pun menekankan, bantuan dari pemerintah pusat maupun daerah berbeda nilai, jenis, waktu penyebaran dan mekanismenya. Ia berharap aparatur desa, kelurahan, dan masyarakat paham akan situasi tersebut, agar tidak menjadi polemik.
"Hanya saya menengarai karena itu kurangnya informasi yang didapat kepala desa dan juga karena bantuan yang turun itu tidak berbarengan. Ini yang menimbulkan banyak masalah. Kami terus berusaha menyosialisasikan bantuan ini," kata dia.
Jika data dari kabupaten/kota plus surat tanggung jawab mutlak dari bupati/wali kota sudah terhimpun, kata Daud, Gubernur Jabar Ridwan Kamil akan mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) tentang Daftar KRTS non DTKS penerima bansos gubernur.
"Angka yang disampaikan kabupaten/kota itu yang akan dituangkan di Kepgub. Angka sementara 1,4 Kartu Keluarga. Jumlah tersebut dari seluruh kabupaten/kota," katanya.
Bantuan tunai dan pangan non tunai dari Pemda Provinsi Jabar dengan anggaran sebesar kurang lebih Rp4,6 triliun (di luar untuk distribusi) dari APBD itu rencananya disalurkan selama empat bulan dari April hingga Juli.
Untuk biaya pengiriman, Pemda Provinsi Jabar akan mengucurkan anggaran Rp281,795 miliar, sehingga total anggaran bansos gubernur adalah Rp4,978 triliun.
"Walaupun ini dinamis, anggaran untuk bansos ini sudah dianggarkan Rp4 triliun khusus bansos. Angka ini tidak berubah. Anggarannya setelah dihuitung ada. Cash flow sudah diperhitungkan empat bulan ke depan," kata Daud.
Baca juga: DPRD Jabar wanti-wanti Pemprov antisipasi gejolak sosial dari bansos
Baca juga: Ridwan Kamil: Penyaluran bansos COVID-19 akan dievaluasi
Libatkan RW
Ketua Divisi Logistik Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Jabar Arifin Soedjayana melaporkan, terdapat sejumlah paket bansos dikembalikan karena kesalahan administrasi, seperti Nomor Induk Keluarga (NIK) yang tidak sesuai dengan KTP.
Guna penyaluran berjalan optimal dan tepat sasaran, ketua RT/RW dilibatkan untuk memberikan pernyataan bahwa warga bersangkutan berhak mendapatkan bansos.
"Kalau saya lihat wajar, karena data diperbaharui terus. Mereka yang meninggal, mereka yang pindah, mereka tidak sama di NIK dan KTP. Kemudian, kita melihat realita di lapangan," ucap Arifin.
"Kita pun akhirnya berkonsultasi menambahkan syaratnya. Apabila NIK tidak ada sama, lalu dikuatkan dari keterangan RT/RW. Itu lebih ke kesalahan administrasi, bukan kesalahan penerima. Itu yang sudah coba kita lakukan," kata dia.
Selain itu, Pemda Provinsi Jabar membuka fitur aduan di aplikasi PIKOBAR. Warga Jabar yang terdampak COVID-19, tapi tidak terdata, dapat mengadu melalui fitur tersebut.*
Baca juga: Pemprov Jabar salurkan 5.237 paket bansos terdampak COVID-19
Baca juga: Ridwan Kamil minta bupati/wali kota sempurnakan data penerima bansos
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020