..UMKM kami kasih relaksasi tidak bayar sewa selama tiga bulan
Peperangan antara umat manusia dengan virus belum berakhir, berbagai cara perlawanan dilakukan untuk memenangkan peperangan tersebut. Tidak hanya kematian yang diupayakan dihindarkan dari ganasnya virus tersebut, namun sendi perekonomian turut terdampak dari efek adanya kebijakan pencegahan.
Dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) khususnya di Jakarta, membuat Metropolis harus beristirahat sejenak dari hiruk pikuk yang sudah menjadi ciri khas ibu kota.
Istirahatnya kota yang tertidur, turut melelapkan berbagai sendi perekonomian kota, khususnya ekonomi menengah kebawah yang menggantungkan hidup dari hiruk-pikuknya Jakarta.
Urat-urat transportasi umum mulai mengendor, di mana terbiasa menggerakkan jutaan orang per hari, kini hanya tinggal separuhnya. Tentu, saja hal tersebut kendala bagi masyarakat yang mengadu nasib dari rantai usaha jaringan transportasi, pedagang di stasiun misalnya.
Transportasi Mass Rapid Transit (MRT) yang merupakan salah satu simbol Jakarta pun tidak luput dari dampak pandemi. Kini, jumlah pengguna layanan MRT Jakarta rata-rata hanya 4.134 penumpang sepanjang 1-28 April 2020, jauh berkurang dibanding hari biasa sebelum pandemi COVID-19 yang bisa mencapai 100 ribuan orang penumpang per hari.
Direktur Utama MRT Jakarta William Sabandar menjelaskan penurunan jumlah penumpang terjadi seiring dengan pemberlakuan PSBB sehingga mengharuskan penerapaan kebijakan protokol kesehatan.
"Sampai dengan pemberlakuan PSBB diperpanjang jumlah stasiun yang kami tutup bertahap, rata-rata penumpang di bulan April, sampai dengan 28 April 2020 itu 4.134 penumpang per hari. Catatan kami jumlahnya di angka 2.080 orang," katanya.
Ia menjelaskan, sebelum penyebaran masif virus corona jenis baru itu, jumlah penumpang MRT Jakarta masih mencapai 109 ribu orang per hari (data 6 Maret 2020). Lalu, sepekan kemudian, tepatnya 13 Maret 2020, jumlah penumpang sedikit turun menjadi 98 ribu orang. Meski jumlahnya masih tinggi, kala itu masyarakat sudah mulai melakukan antisipasi terhadap penyebaran COVID-19.
Penurunan penumpang drastis kemudian terjadi pada 16 Maret 2020 saat diterapkan pembatasan jam operasional dan pelebaran headway (jarak kedatangan antar MRT). Pada hari itu, tercatat jumlah penumpang hanya 27 ribu orang.
Meski pembatasan berlaku hanya sehari, kebijakan itu kembali diterapkan pada 20 Maret 2020 di mana jumlah penumpang turun menjadi 21 ribu orang. Sepekan kemudian, tepatnya 27 Maret 2020, jumlah penumpang MRT Jakarta turun signifikan menjadi 8 ribuan penumpang seiring dengan masifnya imbauan tetap di rumah dan menjaga jarak.
William memperkirakan dalam beberapa waktu ke depan jumlah penumpang masih akan ada di kisaran 2 ribu hingga 3 ribu per hari seiring telah ditutupnya tujuh stasiun untuk sementara waktu.
Baca juga: Dampak corona, MRT Jakarta bebaskan biaya sewa UMKM di stasiun
Rantai Ekonomi
Dengan anjloknya rasio penggunaan penumpang, tentu saja ada rantai ekonomi yang seakan rentan terputus bahkan hilang. Gerai-gerai pedagang yang berada di stasiun MRT, mulai merasakan goyahnya rantai usaha.
UMKM menengah ke bawah meratapi betapa susahnya mejaring pelanggan dari MRT bila penumpang saja semakin anjlok jumlahnya. Melihat hal tersebut, Diretur Utama membuat jaring pengaman sosial sektor ekonomi dengan memberikan berbagai kelonggaran untuk keberlanjutan UMKM.
PT MRT Jakarta (Perseroda) memiliki kebijakan untuk membebaskan biaya sewa bagi tenant (penyewa) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) selama tiga bulan karena dampak pandemi virus corona jenis baru (COVID-19).
"Ada dua tenant, yang middle class dan tenant UMKM. Yang UMKM kami kasih relaksasi tidak bayar sewa selama tiga bulan," kata Direktur Utama MRT.
William memahami dampak ekonomi COVID-19 akan begitu berat dirasakan penyewa UMKM. Oleh karena itu relaksasi diberikan sepenuhnya bagi kelompok kecil itu. Di sisi lain, perusahaan masih terus melakukan komunikasi dengan tenant besar seperti minimarket hingga gerai kopi dan belum memutuskan pemberian relaksasi.
"Sampai hari ini kita masih tata komunikasi, dan masih melihat sama-sama. Mereka mitra strategis. Memang belum ada kebijakan khusus tapi pada waktunya kami pertimbangkan atau melihat kemungkinan relaksasi," katanya.
MRT Jakarta hingga saat ini telah menutup tujuh stasiun yakni Stasiun Haji Nawi, Stasiun Blok A, Stasiun ASEAN, Stasiun Senayan, Stasiun Istora Mandiri, Stasiun Bendungan Hilir dan Stasiun Setiabudi Astra untuk mendukung kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
MRT Jakarta juga mengubah kebijakan layanan guna mencegah penyebaran COVID-19 dengan waktu operasional 06.00-18.00, pembatasan 60 orang per kereta atau 360 orang per rangkaian, headway 20-30 menit selama jam operasional dan tidak melayani pembelian tiket single trip di loket.
Ada pun pencegahan penyebaran COVID-19 juga dilakukan dengan pengecekan suhu badan penumpang di seluruh pintu masuk stasiun, peningkatan pembersihan berkala di stasiun dan kereta, menempatkan cairan pembersih tangan serta kewajiban penggunaan masker saat berada di lingkungan stasiun dan kereta MRT Jakarta.
Kampanye sosial juga digaungkan oleh PT MRT Jakarta, yaitu dengan social campaign #JAKARTAPASTIBISA. Gerakan sosial ini muncul dalam jaringan atau on lini dan juga off line berupa CSR.
Untuk dalam jaringan, konten berupa imbauan mengenai tetap tinggal di rumah, jaga jarak dan memakai masker jika terpaksa harus bepergian. Selain itu, juga ada penggalangan serta CSR dalam bentuk APD dan masker bagi tenaga medis.
Baca juga: PSBB Jakarta, MRT kembali tutup layanan di dua stasiun
Baca juga: MRT Jakarta bagikan masker gratis untuk penumpang
Baca juga: MRT Jakarta akan bangun "skybridge" di Lebak Bulus, berdayakan UMKM
Pembangunan LRT fase 2A tetap berjalan normal
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2020