• Beranda
  • Berita
  • Risiko COVID-19, Greenpeace minta safe house karhutla segera disiapkan

Risiko COVID-19, Greenpeace minta safe house karhutla segera disiapkan

1 Mei 2020 05:52 WIB
Risiko COVID-19, Greenpeace minta safe house karhutla segera disiapkan
Tangkapan layar grafik kasus COVID-19 di Indonesia. (ANTARA/HO-Prof Budi Haryanto-UI)

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu meminta pemerintah segera menyiapkan safe house mengingat risiko COVID-19 lebih besar di daerah rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

“Kalau bicara karhutla mengacu data Prof Budi, sudah pasti menaikkan risiko. Siapapun di daerah yang sering terkena karhutla bisa jadi mengalami kerusakan paru baik permanen atau temporary. Tentu itu jadi menaikkan risiko terkena COVID-19,” kata Bondan di Jakarta, Kamis.

Ia juga meminta pemadaman api lebih digalakkan agar asap benar-benar dapat dikendalikan, selain harus ada upaya lain melindungi kesehatan masyarakat dengan safe house.

Safe house yang lengkap dengan penyejuk udara, pembersih udara dan tabung oksigen perlu segera disiapkan bagi orang tua dan anak-anak, orang sakit, serta ibu hamil. Jangan sampai kelompok rentan tersebut sampai terkena dampak asap karhutla dan COVID-19.

Pekerjaan rumah mengatasi karhutla tidak pernah selesai, selalu ada yang terlewat. Karena, menurut dia, safe house sangat penting disiapkan sejak dini untuk memastikan kelompok rentan yang semakin berisiko terkena COVID-19 semaksimal mungkin mendapat udara bersih.

Penyakit kronis

Sebelumnya, Guru Besar Universitas Indonesia (Gubes UI) dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Prof Dr Budi Haryanto mengatakan penyakit kronis akibat polusi udara dapat memicu komorbiditas keparahan pasien COVID-19.

Prof Budi mengatakan studi terbaru dari Universitas Harvard memastikan bahwa orang-orang yang sudah lama terpapar polusi udara menjadi kelompok yang paling rentan terkena COVID-19. Penelitian tersebut mendapati adanya kaitan antara peningkatan 1 μg/m3 PM2.5 dengan kualitas udara saat ini, dapat berdampak pada 15 persen tingkat kematian akibat COVID-19.

Sebelumnya ia juga menjelaskan pencemaran udara mejadi masalah karena sumber-sumbernya berasal dari bahan kimia buatan maupun yang memang ada di alam. Senyawa kimia dari pembakaran kendaraan bermotor dan industri teremisi di udara dan ketika dihirup secara terus menerus bisa menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, hipertensi, diabetes, gangguan ginjal, gangguan fungsi paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), saluran pernafasan.

Jika polusi hasil pembakaran tadi terhirup lebih dalam lagi bisa mengganggu pertumbuhan fisik pada anak dan gangguan sistem syaraf, mempengaruhi IQ.

Dengan demikian ia mengatakan jika merujuk pada situasi saat ini dan juga hasil-hasil penelitian kesehatan terbaru, maka penyakit kronis akibat polusi udara dapat memicu komorbiditas keparahan penderita COVID-19.

Baca juga: Cegah COVID-19 di daerah rawan karhutla, Gubes UI: Gunakan masker N95

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2020