• Beranda
  • Berita
  • Legislator serukan pengembangan pangan lokal, non-beras

Legislator serukan pengembangan pangan lokal, non-beras

1 Mei 2020 14:51 WIB
Legislator serukan pengembangan pangan lokal, non-beras
Ilustrasi: Hasil pangan lokal yang di jual di pasar Tani Nelayan (PasTaNe) Tahuna. (ANTARA FOTO)

Pangan non-beras ini penting karena jenisnya sangat beragam, areanya lebih luas dari persawahan, mencakup seluruh provinsi, lebih mudah dikembangkan oleh petani dengan teknologi lokal

Anggota DPR RI asal Sulawesi Tenggara (Sultra) Hugua mengatakan melihat kondisi pandemi COVID-19 yang belum menandakan penurunan, maka Pemerintah Indonesia dalam hal ini instansi teknis diminta segera mengambil langkah cepat untuk mempercepat pola tanam guna menghindari krisis pangan yang bisa saja terjadi.

"Kami memperkirakan hingga akhir Mei 2020 ini pertumbuhan COVID-19 masih tinggi, maka kemungkinan masa tanggap darurat akan diperpanjang hingga Agustus atau September 2020. Meskipun data statistik menyebutkan hingga Juni 2020 stok pangan khusus beras masih cukup aman," katanya melalui pesan WhatsApp berantai yang diterima, Jumat.

Politisi PDI Perjuangan Sultra itu mengungkapkan setelah Juni 2020 bisa jadi negara akan menghadapi kekurangan pangan, sehingga hal ini harus diantisipasi dengan serius karena seluruh energi bangsa saat ini terkuras habis pada kegiatan medis dan non-medis melawan COVID-19.

"Meskipun pemerintah pusat telah mengeluarkan stimulus untuk membantu petani khususnya petani gurem, namun pasti belum sepenuhnya menyelesaikan ancaman kelangkaan pangan karena masalah utama yang dihadapi akibat COVID-19 adalah terganggunya rantai distribusi logistik secara nasional," tambah Hugua.

Baca juga: Presiden Jokowi soroti ancaman krisis pangan dan ketahanan energi

Mantan bupati Wakatobi dua periode itu mengingatkan bahwa dengan ketatnya penerapan protokol kesehatan seperti jaga jarak, tinggal di rumah, bekerja dari rumah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menyebabkan terganggunya rantai distribusi barang dan jasa, termasuk sarana dan prasarana produksi pertanian seperti pupuk, bibit dan obat-obatan.

"Soalnya ini pandemi global dan jika pandemi ini tidak menurun dalam 3-6 bulan ke depan, maka menurut Organisasi Pangan Dunia, FAO, dapat memicu krisis ekonomi dan krisis pangan global," ujar Hugua.

Selaku Anggota DPR RI yang dududk di Komisi II, ia juga meminta kepada Mendagri untuk membuat kebijakan khusus guna mendorong pemerintah daerah bergotong royong bersama rakyat untuk berswasembada pangan, khususnya pangan non-beras seperti biji-bijian, umbi-umbian, sagu, palawija dan bahan pangan lokal lainnya.

"Pangan non-beras ini penting karena jenisnya sangat beragam, areanya lebih luas dari persawahan, mencakup seluruh provinsi, lebih mudah dikembangkan oleh petani dengan teknologi lokal serta dapat menerapkan saprodi lokal seperti pupuk organik, bibit lokal dan obat-obatan organik lokal buatan petani sendiri," katanya.

Dengan demikian, lanjut dia, walaupun terjadi gangguan rantai pasokan saprodi pertanian akibat pandemi COVID-19 tidak akan mengurangi hasil panen petani.

Baca juga: Stafsus Wapres: Jadikan Dewan Ketahanan Pangan "off taker" produk tani
 

Pewarta: Abdul Azis Senong
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020