Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Tanjungpinang kembali menyoroti masih mangkraknya penanganan kasus kekerasan yang menimpa tiga jurnalis di Tanjungpinang oleh Polda Kepulauan Riau (Kepri) sejak tahun 2016 silam.Artinya kasus ini menjadi warisan dan pekerjaan rumah bagi pejabat yang menggantikan mereka
"Momentum World Press Freedom Day (WPFD) 2020 ini mengingatkan kembali atas kasus kekerasan yang menimpa tiga jurnalis di Tanjungpinang pada 26 Juli 2016 lalu, di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang," ujar Ketua AJI Kota Tanjungpinang, Jailani, Minggu.
Baca juga: Jurnalis MNC Media lanjutkan proses hukum dugaan penganiayaan wartawan
Menurut Jailani, semula perkara tersebut ditangani oleh Polres Tanjungpinang. Namun, dengan dalih ekstraordinari, perkara ini diambil alih oleh Polda Kepri pada 13 Agustus 2016 lalu.
Pada 24 Agustus 2016, kata dia lagi, Polda Kepri sudah menetapkan Moh Icsan Adi Halik alias Samper alias Chan sebagai tersangka.
Pada waktu itu, posisi Kapolda Kepri dijabat oleh Irjen Sam Budigusdian (11 Januari 2016-16 November 2017) dan Wakapolda Kepri Kombes Yan Fitri Halimansyah.
Kemudian ketika posisi Kapolda Kepri diduduki oleh Irjen Didid Widjanardi (16 November 2017- 13 Agustus 2018), dan posisi Wakapolda Kombes Didi Haryono, perkara ini juga belum bisa dituntaskan.
Selanjutnya di era Irjen Andap Budhi Revianto (13 Agustus 2018-Mei 2020) dan Wakapolda Kepri Brigjen Yan Fitri Halimansyah (November 2017-Mei 2020) perkara ini juga tidak kunjung ada kepastian hukumnya. Pada awal Mei 2020 ini, baik Irjen Andap Budhi Revianto maupun Brigjen Yan Fitri Halimansyah sama-sama dimutasi dari jabatannya saat ini oleh Kapolri.
"Artinya kasus ini menjadi warisan dan pekerjaan rumah bagi pejabat yang menggantikan mereka," kata Jailani.
AJI Tanjungpinang menilai, tidak kunjung rampungnya perkara ini tentunya menjadi preseden buruk bagi penegak hukum, karena meskipun sudah tiga kali berganti wajah kapolda Kepri, dan dua kali wajah wakapolda Kepri, dan sudah ada tersangka yang ditetapkan, namun kepastian hukumnya sampai saat ini belum ada keputusan.
Pada 26 Agustus 2020 mendatang, empat tahun perkara ini mangkrak di tangan Polda Kepri, katanya lagi.
Baca juga: AJI harap dibentuk satgas tangani kekerasan jurnalis ANTARA di Aceh
Menyikapi hal ini, AJI Tanjungpinang tetap akan mengawal dan melakukan advokasi.
Atas belum selesai dan tuntasnya proses hukum kasus kekerasan dialami jurnalis saat meliput di PN, AJI Tanjungpinang pun menyampaikan beberapa tuntutan, yaitu mendesak Kapolri, Kapolda Kepri dan Ditreskrimum Polda Kepri untuk segera menuntaskan proses hukum sesuai dengan mekanisme dan UU yang berlaku.
Meminta Kapolri, Kapolda dan penyidik Ditreskrimum Polda Kepri menjelaskan secara terbuka dan transparan, tindak lanjut dan proses yang telah dilakukan dalam penanganan perkara, sesuai dengan semboyan Polri yang independen, profesional, transparan, akuntabel dan nhumanis.
"AJI Tanjungpinang juga akan melakukan langkah hukum lainnya terkait perkara ini," ujar Jailani.
Kronologis Kejadian
Sekretaris AJI Tanjungpinang Sutana menjelaskan kronologis dan tanggal kejadian. Pada Selasa, 26 Juli 2016 sekitar pukul 13.45 WIB, di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang Jalan Ahmad Yani Tanjungpinang telah terjadi kekerasan dan penghalangan terhadap wartawan Batamtoday.Com, Harian Tribun Batam (cetak), Harian Sindo Batam (cetak) oleh sejumlah orang (preman/bodyguard) yang mengaku disuruh A Hang Alias Arifin (saksi) dan pemilik KM Karisma Indah ketika saat meliput sidang kasus UU Pelayaran atas Penyelundupan Ribuan Kardus Minuman Beralkohol Dari Luar Negeri ke Tanjungpinang, dengan terdakwa Samsudin nakhoda kapal dan Wiyanto alias Asen pengurus kapal.
Menurut Sutana, wartawan yang sedang melakukan peliputan sidang di PN Tanjungpinang saat itu dihadang dan dihalang-halangi oleh sejumlah orang suruhan Ahang (saksi) pemilik kapal KM Karisma Indah tersebut ketika A Hang alias Arifin dihadirkan jaksa sebagai saksi di PN.
Tersangka Ican cs dan sejumlah orang lainnya, menghalangi wartawan Batamtoday.Com, Koran Sindo, dan Tribun Batam, dengan cara melarang wartawan melakukan peliputan dan pengambilan foto sidang.
"Para preman itu menarik, memaksa sejumlah wartawan keluar dari ruang sidang serta merampas kamera dan handphone wartawan dan memaksa menghapus foto liputan yang telah diambil sebelumnya," ujarnya pula.
Atas kejadiaan ini, wartawan Batamtoday.Com, Koran Sindo, dan Tribun Batam langsung membuat laporan polisi ke Polres Tanjungpinang melalui LP Nomor Polisi: STPL/192/K/VII/2016/Kepri/SPK-RES TPi pada 26 Juli 2016 yang diterima KSPK II Inspektur Polisi Jalaudin.
Baca juga: AJI Bandarlampung-LBH Pers Lampung rilis enam kasus kekerasan jurnalis
Pewarta: Ogen
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020