"Kalau melihat datanya, promising (menjanjikan) karena datanya kecil-kecil, tetapi belum bisa untuk mendapatkan data yang cukup untuk melihat dalam satu persentase," kata anggota Tim Peneliti Plasma Konvalesen Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu dalam diskusi online yang diselenggarakan oleh Indonesian Clinical Training and Education Center (ICTEC) dan Bagian Penelitian RSCM-FKUI di Jakarta, Selasa.
Hal itu karena sampel dan subjek yang belum banyak dan masih ada penelitian terapi plasma darah yang masih berjalan hingga sekarang.
Baca juga: Ahli: Terapi plasma darah untuk pasien COVID-19 bergejala berat
Baca juga: Ahli: Plasma konvaselen hanya digunakan untuk golongan darah yang sama
Tetapi secara uji klinis sejauh ini hasilnya cukup menjanjikan, kata Lugyanti, meski harus dibuktikan dengan suatu penelitian dengan desain yang baik.
Terapi plasma darah adalah jenis terapi yang ditujukan untuk pasien COVID-19 dengan gejala berat. Metode yang dilakukan untuk terapi ini adalah dengan mengambil plasma konvalesen dari pasien positif COVID-19 yang sudah dinyatakan sembuh selama empat pekan.
Plasma dari darah tersebut akan ditransfusi ke pasien dengan gejala berat dengan tujuan antibodi dalam plasma akan bekerja membantu menetralisir virus yang ada di dalam tubuh.
Baca juga: Bio Farma kembangkan plasma darah untuk penyembuhan COVID-19
Baca juga: Butuh beberapa pekan untuk siapkan plasma darah pengobatan COVID-19
Beberapa penelitian sudah dilakukan terkait terapi itu dengan salah satunya adalah uji terhadap lima pasien di Shenzhen di China dalam rentang 20 Januari-25 Maret 2020, menunjukkan ada perbaikan signifikan dari kondisi pasien.
Namun, menurut Lugyanti, hasil dari penelitian itu masih masuk dalam data kecil meski menjanjikan. Diperlukan uji klinis dengan subjek yang lebih banyak untuk keperluan regulasi.
"Plasma konvalasen adalah suatu pasif antibodi menunjukkan hasil yang menjanjikan pada kasus SARS-CoV-2 yang berat, tetapi masih dalam jumlah subjek atau pasien yang terbatas," kata dia.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020