"Industri yang memiliki 'demand' (permintaan) tinggi yang biasa memperkuat neraca perdagangan diantaranya industri makanan dan minuman, industri farmasi dan fitofarmaka, industri pelindung diri, alat kesehatan, etanol, masker dan sarung tangan," kata Khayam dalam konferensi video dalam rapat gabungan bersama Komisi VI, VII, dan IX DPR RI, Jakarta, Selasa.
Khayam menuturkan berdasarkan pemetaan sektor industri yang terdampak COVID-19, hampir semua sektor industri terkena dampak sehingga perlu diberi perhatian lebih.
Industri yang menderita berat akibat COVID-19 diantaranya mengalami industri logam, industri semen, industri elektronika dan telematika, industri kendaraan roda empat dan dua, serta industri tekstil.
Baca juga: Industri daur ulang plastik rumahkan 63.000 pekerja akibat COVID-19
Baca juga: Puluhan karyawan Sampoerna yang positif COVID-19 telah diisolasi
Sedangkan industri yang terdampak moderat diantaranya adalah industri petrokimia dan industri plastik.
Khayam mengatakan akibat penyebaran COVID-19 yang cukup luas, beberapa sektor industri terdampak sehingga mengakibatkan beberapa permasalahan secara umum diantaranya beberapa kontrak pembayaran yang tertunda bahkan ada yang mengalami pembatalan pesanan, utilisasi produksi menurun akibat penurunan permintaan dan penjualan beberapa industri.
Dampak lain yakni terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) atau adanya pengurangan pegawai akibat dari penurunan kapasitas produksi, serta harga bahan baku dan penolong naik.
"Bahan baku dan penolong mengalami kenaikan harga karena asal negara impor yang terbatas aksesnya serta kenaikan kurs dolar," tutur Khayam.*
Baca juga: Arab Saudi tutup kawasan industri di Dammam demi tekan COVID-19
Baca juga: Broker properti ini yakin sektor properti tak lesu meski ada COVID-19
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020