"Supermoon 7 Mei, terakhir di 2020. Bisa dilihat sepanjang malam di seluruh dunia. Ukurannya terlihat besar kalau dipotret dan dibandingkan dengan potret purnama rata-rata," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin lewat pesan singkat dari Jakarta pada Rabu.
Meski demikian dia memperingatkan bahwa jika melakukan pengamatan biasa tanpa bantuan alat maka akan sulit membandingkan dengan ukuran rata-rata bulan biasanya.
Baca juga: BMKG sebut pada 2020 terjadi tiga kali fenomena "supermoon" di Sumbar
Supermoon adalah fenomena saat bulan berada dalam posisi terdekatnya dengan Bumi sehingga akan tampak lebih besar dan terang dari biasanya. Fenomena ini terjadi ketika Bulan mencapai perigee atau titik terdekat dengan Bumi dalam jalur pengorbitannya.
Namun demikian, supermoon malam ini tidak akan secerah dan sebesar dengan fenomena supermoon yang terjadi pada 7 April lalu, yang dijuluki pink supermoon, menurut Kepala Bidang Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Hendra Suwarta.
"Dibandingkan purnama lain memang lebih besar. Tapi yang paling besar sudah April yang lalu, itu yang paling besar. Yang ini lebih kecil dan yang terakhir di 2020," kata dia.
Semua daerah di Indonesia bisa melihat fenomena supermoon jika tidak terjadi hujan atau mendung, kata dia.
Supermoon juga memilik pengaruh terhadap kemungkinan pasang permukaan air laut meski pengaruhnya kecil.
"Yang lalu saja, yang April ketika supermoon lebih besar, pengaruhnya kecil sekali. Tidak terlalu berpengaruh, meski tetap ada penambahan sedikit pasang laut," kata Hendra.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020