Serikat Petani Indonesia (SPI) mendukung rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang tengah menyiapkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang habis dan tanah terlantar untuk dijadikan lokasi program cetak sawah.kami siap mendukung Kementerian ATR/BPN dan berkoordinasi mengenai di mana saja tanah yang diidentifikasi sudah atau akan habis HGU-nya
Langkah Kementerian ATR/BPN ini menyikapi instruksi dari Presiden Joko Widodo, yang telah memerintahkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan cetak sawah dan tanaman pangan dalam mengantisipasi ancaman krisis pangan di Indonesia, di tengah pandemi COVID-19 dan kemarau yang lebih kering di tahun 2020.
"Pada dasarnya tanah-tanah perkebunan yang HGU-nya telah habis, akan habis atau diterlantarkan, itu masuk dalam Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Oleh karena itu, kami siap mendukung Kementerian ATR/BPN dan berkoordinasi mengenai di mana saja tanah yang diidentifikasi sudah atau akan habis HGU-nya," kata Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Mentan targetkan penambahan beras 900.000 ton dari cetak sawah baru
SPI menyambut baik rencana Kementerian ATR/BPN untuk meredistribusi HGU yang habis dan tanah terlantar untuk mengantisipasi krisis pangan. Menurut Henry, kebijakan tersebut harus diselaraskan dengan program Reforma Agraria yang menjadi prioritas dari pemerintahan saat ini.
Ada pun Kementerian ATR/BPN menyatakan terdapat tanah seluas 25.298,1735 hektare yang berasal dari Tanah Cadangan untuk Negara (TCUN) dan 14.825,4635 hektare yang berpotensi dilepaskan sebagian dan segera ditetapkan sebagai TCUN.
"SPI dalam hal ini siap menjadi garda terdepan dalam program pencetakan sawah baru melalui redistribusi lahan eks-HGU kepada petani pangan," kata dia.
Henry menyatakan sudah banyak petani anggota SPI yang berpengalaman mengolah tanah eks perkebunan menjadi tanaman pangan.
Di Padang Lawas, Sumatera Utara, misalnya, petani anggota SPI sudah berhasil melakukan konversi dari tanaman perkebunan ke tanaman pangan, dari sawit ke padi.
Menurut dia, pemerintah juga tidak harus terpaku pada pencetakan sawah baru sebagai upaya mengantisipasi krisis pangan. Upaya memaksimalkan tanaman pangan di tanah pertanian yang sudah ada, termasuk juga diversifikasi pangan dapat dilakukan.
Baca juga: Kalsel sambut antusias rencana cetak sawah BUMN
Henry menilai di tengah krisis pangan ini, yang paling cepat dilakukan adalah menanam padi di wilayah non persawahan (padi gogo) dan juga mendorong diversifikasi pangan, karena masyarakat Indonesia tidak hanya mengenal padi sebagai sumber pangan utama, namun juga terdapat umbi-umbian sebagai bahan pangan.
Program cetak sawah juga dapat berdampak besar bagi para petani dan rakyat yang bekerja di pedesaan, akibat tingginya jumlah pengangguran sebagai dampak dari pandemi COVID-19.
"Rilis BPS tentang situasi ketenagakerjaan di pedesaan menunjukkan terjadinya peningkatan pengangguran di pedesaan. Oleh karena itu, rencana redistribusi ini dapat dihubungkan dengan penanganan COVID-19 yang dikeluarkan pemerintah," kata dia.
Baca juga: Legislator soroti rencana cetak sawah baru di lahan gambut
Baca juga: Kementan dukung pelibatan BUMN cetak lahan rawa untuk pertanian
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2020