Wakil Ketua DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Huda Tri Yudiana menilai wilayah DIY sudah memenuhi syarat untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena telah terjadi transmisi lokal COVID-19.Jika sudah sangat tidak terkendali penyebaran dan tidak bisa lagi 'di-tracing' kita akan sangat terpaksa melakukan PSBB
"Syaratnya 'kan sudah ada transmisi lokal," kata Huda, saat dihubungi di Yogyakarta, Jumat.
Meski DIY sudah memenuhi syarat jika menerapkan PSBB, akan tetapi memiliki risiko yang tidak sederhana bagi masyarakat terutama dari sisi perekonomian.
"Berat lagi dari sisi anggaran daerah, karena warga terdampak yang kurang mampu harus dicukupi kebutuhan hidupnya," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Karena itu, upaya pencegahan penularan COVID-19 disertai pengerahan aparat di tempat-tempat umum perlu digencarkan. Hal ini, menurut dia, jauh lebih murah dibandingkan upaya pengobatan, apalagi jika PSBB diterapkan.
Baca juga: Kabupaten/kota di DIY belum usulkan PSBB
Meski demikian, Huda menyayangkan saat ini belum ada perubahan signifikan di DIY terkait tindakan pencegahan jika dibandingkan saat belum terjadi transmisi lokal.
"Langkah dan kebijakannya masih umum-umum dan sama saja, padahal kondisinya sudah sangat berbeda. Tempat-tempat umum tetap saja ramai dan tidak teratur dalam protap pencegahan," kata dia lagi.
"Sebagai contoh misalkan orang yang tidak bermasker dilarang masuk pasar, dilarang masuk perbelanjaan, dan sebagainya. Perlu dibentuk gugus tugas di pasar-pasar untuk memastikan protap ini, sebagaimana dusun-dusun juga bentuk gugus tugas lokal," kata dia pula.
Peristiwa 57 karyawan salah satu pusat perbelanjaan di Sleman yang dinyatakan reaktif hasil rapid test, menurut dia, cukup menjadi pelajaran bersama agar dilakukan pencegahan secara masif.
"Jika sudah sangat tidak terkendali penyebaran dan tidak bisa lagi 'di-tracing' kita akan sangat terpaksa melakukan PSBB," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan tidak menutup kemungkinan PSBB diberlakukan di wilayah DIY. Hanya saja, pengajuan PSBB ke pemerintah pusat tidak bisa diputuskan sepihak.
"Kabupaten/kota termasuk forkopimda masing-masing juga diajak berembuk untuk penentuan PSBB tersebut. Di sisi lain, kita juga harus berdiskusi dengan Kemenkes, Kemendagri, dan Kemenkeu RI terkait dengan ketersediaan anggaran apabila DIY menerapkan PSBB," katanya lagi.
Baca juga: Sultan HB X nyatakan DIY belum perlu mengajukan PSBB
Anggota Tim Perencanaan Data dan Analisis Gugus Tugas COVID-19 DIY, dr Riris Andono Ahmad mengatakan berdasarkan penyelidikan epidemiologi terdapat tiga klaster besar penularan COVID-19 yang ada di DIY.
Ia menjelaskan tiga klaster itu terdiri atas satu klaster di Kabupaten Sleman dan satu klaster di Kabupaten Gunung Kidul yang berawal dari anggota jamaah tabligh yang baru pulang dari DKI Jakarta.
Klaster di Kabupaten Sleman tersebar terutama melalui kegiatan pertemuan di tempat peribadatan, sementara klaster di Kabupaten Gunung Kidul disebarkan melalui kontak erat antarkasus.
"Klaster kasus di Sleman telah mencapai generasi ketiga. Klaster kasus di Gunung Kidul telah mencapai generasi kelima," kata epidemiolog UGM ini pula.
Adapun klaster ketiga yakni klaster jemaat Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat (GPIB) yang terpusat di Kota Yogyakarta. Klaster tersebut berasal dari rombongan yang pulang dari pertemuan Sinode GPIB yang dilakukan di Hotel Aston, Kota Bogor pada Maret 2020 lalu.
Baca juga: Pemda DIY masih kaji PP Pembatasan Sosial Berskala Besar
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020