Mesir dengan ibu kota Kairo itu ditutup pada Rabu (25/3) malam ketika pihak yang berwenang menerapkan jam malam untuk mengatasi penyebaran COVID-19.
Di kota yang tidak pernah tidur itu di mana restoran dan kafe biasanya buka sampai dini hari. Namun, sejak penerapan lockdown pemilik toko menutup jendela dan warga bergegas pulang sebelum dimulainya jam malam yang dimulai 19.00 sampai dengan pukul 06.00 waktu setempat.
Polisi ditempatkan di jalan-jalan utama untuk menghentikan pelanggar jam malam. Banyak jalanan sudah hampir sepi pada 6.30 malam.
"Sejak lockdown diberlakukan tempat umum, kafe, rumah makan, sarana olah raga, dan beberapa tempat lainnya ditutup di Mesir. Jam malam juga telah diterapkan. Bagi yang melanggar akan dikenakan denda senilai 4.217,42 Pound Mesir atau Rp4 juta," kata Ketua Kesepakatan Mahasiswa Minang (KMM) Mesir Abdan Syukri, saat dihubungi dari Padang, Jumat.
Mesir telah meningkatkan langkah-langkah yang bertujuan mencegah penyebaran COVID-19 berupa menutup bandara dan pusat kebugaran, serta menangguhkan kelas di sekolah dan universitas.
Tidak hanya itu, toko-toko selain supermarket dan apotek akan diminta tutup pukul 5 sore pada hari kerja, dua jam lebih awal dari jam malam sebelumnya, serta pada akhir pekan.
Baca juga: Lima mahasiswa Indonesia di Moskow terinfeksi COVID-19
Baca juga: Mahasiswa, pekerja migran Indonesia dipulangkan dari Rusia
Tekan penyebaran
Kemudian, Mesir juga melarang pertemuan keagamaan selama bulan suci Ramadhan 1441 Hijriah untuk menekan penyebaran COVID-19.
Mesir merupakan rumah bagi 100 juta orang dan juga pusat Universitas Al-Azhar, otoritas keagamaan tertinggi Mesir sekaligus salah satu pusat pembelajaran Muslim Sunni paling terkemuka di dunia.
Banyak mahasiswa yang melanjutkan studi ke Mesir, termasuk Indonesia. Bahkan terdapat ratusan mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana. Begitu pula dengan mahasiswa asal Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar).
Ketua KMM Mesir Abdan Syukri menyebutkan saat ini jumlah mahasiswa asal Minangkabau, Sumatera Barat yang kuliah Universitas Al-Azhar Mesir terdapat sebanyak 301 orang.
"301 mahasiswa asal Minangkabau yang kuliah di Universitas Al Azhar Mesir tersebut terdapat 85 persen tengah menempuh S1, 12 persen S2, dan 3 persen S3," kata Syukri yang sudah enam tahun merantau ke Mesir dan tengah melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Al-Azhar tersebut.
Pemberlakuan partial lockdown sampai saat ini berdampak terhadap ekonomi mahasiswa asal Minangkabau. Ia mengatakan semenjak pemberlakuan jam malam di Mesir mempengaruhi kerja sampingan mahasiswa untuk memenuhi kebutuhan harian.
"Karena tidak semuanya kawan-kawan di sini yang mendapatkan beasiswa, jadi sebagian ada yang bekerja untuk melanjutkan kuliah mereka," kata dia.
Baca juga: KJRI, mahasiswa di Chicago bahas kepulangan terkait pembatasan mudik
Baca juga: Warga Aceh kuliah di Mesir pulang dengan penerbangan khusus
Hanya 60
Lebih lanjut dia menyebutkan dari 301 mahasiswa asal Minangkabau yang berkuliah di Mesir hanya 60 orang yang mendapatkan beasiswa.
"Saya berharap pandemi ini segera berakhir dan kondisi segera membaik. Sehingga kita bisa belajar lagi dengan normal," kata dia.
Kemudian ia mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Mesir telah mendata jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir dan membagikan sekira 1.500 paket sembako untuk mahasiswa Indonesia.
"Dan ada lagi yang sedang proses, tetapi kita tak tau jumlahnya berapa," ujar dia.
Kendati KBRI Cairo telah memfasilitasi repatriasi mandiri 75 WNI yang ada di Mesir untuk kembali ke Tanah Air, di tengah kebijakan pemerintah setempat menutup seluruh penerbangan internasional dari dan ke negara tersebut sejak 19 Maret 2020 karena wabah COVID-19, namun Syukri mengatakan sebagian mahasiswa tetap tidak bisa mudik.
Sebagai informasi, 75 WNI yang ikut repatriasi tersebut sebagian adalah para peserta pelatihan/kursus bahasa Arab dan materi lainnya yang telah selesai masa pelatihannya di Mesir, tetapi tidak bisa kembali ke Indonesia akibat ditutupnya penerbangan komersial penumpang internasional di Mesir.
Selain itu, banyak juga mahasiswa yang ikut karena sudah menyelesaikan kuliahnya, para WNI dosen bahasa Indonesia, turis WNI yang dirawat di RS di Mesir karena mengalami kecelakaan, dan pekerja migran Indonesia.
"Mahasiswa Minang di Mesir tidak bisa pulang karena masih kuliah yang diganti secara daring. Kemudian akan ujian akhir semester yang diganti dengan membuat riset/bahts pada 31 Mei nanti," kata dia.
Baca juga: Kecap, saus sambal tanda cinta untuk mahasiswa Indonesia di Belgia
Baca juga: Terkait imbauan Australia, Kemlu RI serahkan keputusan kepada WNI
Tetap produktif
Dengan diberlakukan partial lockdown sampai saat ini, ia mengatakan sistem perkuliahan yang biasanya dilakukan di kampus secara langsung, saat ini diganti dengan sistem daring.
Hal itu bertujuan untuk menghindari kerumunan dan memutus mata rantai COVID-19 di Mesir, sehingga sistem perkuliahan dilakukan dari rumah secara daring.
"Ujian seperti biasa hanya yang tingkat empat atau mahasiswa tahun akhir," ujar dia.
Kendati demikian, tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap produktif. Selama melewati lockdown di Mesir dan tidak bisa mudik ke kampung halaman ia telah banyak mengisi kegiatan seminar online sebagai pembicara.
Beberapa kegiatan seminar yang diikuti sebagai pembicara berupa Seminar Kesehatan secara daring yang diadakan Ikatan Mahasiswa Lembah Gumanti (IMLG), Seminar daring Ramadhan Paradise For The Givers yang digelar ACT, Seminar secara daring yang diadakan Klinik Gigi Sehat Avicenna (KGSA) dan beberapa seminar daring lainnya.
Menurut dia kendati terjebak di tengah pandemi COVID-19, bukan berarti menyurutkan semangatnya untuk tetap berjuang menebarkan kebaikan bagi umat.*
Baca juga: Turki jamin kelanjutan studi penerima beasiswa dari Indonesia
Baca juga: Mahasiswa Indonesia yang dievakuasi dari Hubei mulai kuliah daring
Pewarta: Laila Syafarud
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020