Arus modal keluar tersebut jauh lebih besar dibandingkan periode krisis keuangan 2008 dan taper tantrum 2013
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia mencapai Rp145,28 triliun pada triwulan I-2020 karena imbas wabah COVID-19.
“Arus modal keluar tersebut jauh lebih besar dibandingkan periode krisis keuangan 2008 dan taper tantrum 2013,” katanya dalam keterangan pers daring bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin.
Menurut dia, arus modal keluar itu tidak hanya dialami Indonesia tetapi juga negara lain dengan nominal yang besar dan tergolong masif karena kepanikan investor global akibat wabah virus corona.
Menkeu menyebutkan ketika krisis keuangan global pada 2008, arus modal keluar dari Indonesia mencapai Rp69,9 triliun dan ketika taper tantrum pada 2013, arus modal keluar mencapai Rp36 triliun.
Taper tantrum merupakan sebutan ketika bank sentral Amerika Serikat, The Fed mengumumkan kebijakan moneter yang menimbulkan gejolak dan menghantam nilai tukar negara lain termasuk rupiah pada 2013.
“Ini lebih dari dua kali lipat, magnitudenya menjadi perhatian KSSK yang kemudian menjadi bahan dalam pembahasan kami pada pertemuan berkala,” katanya.
Tak hanya membuat investor menarik modalnya dari Indonesia, virus corona juga membuat nilai tukar rupiah mengalami eskalasi tinggi.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan pada Februari 2020, nilai tukar rupiah berada pada level 14.318 per dolar AS dan memasuki pekan kedua Maret 2020 menjadi melemah pada level 14.778 per dolar AS.
Kemudian nilai tukar rupiah melemah yang menyentuh level terendah hingga 16.575 per dolar AS pada 23 Maet 2020 atau melemah 15,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Wabah COVID-19 yang tidak hanya berdampak kepada sektor kesehatan tetapi juga berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan sehingga menjadi perhatian yang serius bagi KSSK.
Presiden Joko Widodo sebelumnya telah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 terkait tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu ini sebagai landasan hukum pemerintah mencegah dampak destruktif lebih tinggi dari wabah COVID-19.
“Dari Perppu ini pemerintah memiliki fleksibilitas dalam mengalokasikan tambahan belanja dan pembiayaan dalam mengatasi dampak COVID-19,” kata Menkeu.
Baca juga: Menkeu: Perlindungan hukum di Perppu COVID-19 bukan imunitas absolut
Baca juga: Kemenkeu ungkap Ruangguru paling banyak dipilih peserta Prakerja
Baca juga: DPR dukung Perppu COVID-19
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020