Jakarta, 24/7 (ANTARA) - Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Timur kemarin (22/7) memusnahkan barang bukti kasus perdagangan ilegal trenggiling (Manis javanica) di Samarinda. Barang bukti kasus perdagangan ilegal satwa dilindungi ini berupa 185 ekor trenggiling dalam keadaan mati, 177 bungkus hati dan 13 bungkus usus trenggiling serta 20 kilogram sisik trenggiling.
Kasus yang melibatkan tersangka Leo Setiawan Bin Lakida ini merupakan hasil penangkapan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat/SPORC Brigade Enggang pada 27 April 2009 di Kecamatan Samarinda Seberang. Dalam kasus ini ditetapkan pula 3 orang sebagai saksi dan 4 orang dinyatakan sebagai DPO.
Tersangka didakwa melanggar pasal 21 ayat 2 huruf a, b, d jo pasal 40 ayat 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kini tersangka masih dalam proses penetapan putusan Pengadilan Negeri Samarinda. Dan dalam waktu dekat PN Samarinda akan menetapkan vonis hukuman bagi terdakwa.
Acara pemusnahan dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Samarindan dan dihadiri oleh beberapa instansi terkait di antaranya Polda Kaltim, Poltabes Samarinda, serta Kejaksaan Tinggi Kaltim.
Kepala Balai KSDA Kaltim Syihabuddin mengharapkan dengan terungkapnya sindikat perdagangan ilegal satwa yang dilindungi ini akan dapat menekan kasus serupa, bahkan tidak hanya perdangangan satwa namun juga perdagangan tumbuhan yang dilindungi undang-undang. Untuk mengungkap jaringan perdagangan ilegal hingga tuntas, diperlukan kerjasama seluruh instansi tidak hanya di daerah tetapi sampai ke tingkat nasional.
Di pasar gelap, harga seekor trengiling bisa mencapai Rp 1 juta per ekor, bahkan setelah diekspor, harga daging hewan pemakan semut ini mencapai Rp 2 juta/kg. Di China sop daging trenggiling yang dipercaya dapat meningkatkan vitalitas ini dihargai sekitar Rp 500 ribu per mangkok. Bahkan sisiknya saja dihargai US$ 1 per buah. Selain itu kulit dan organ dalam/jeroan trenggiling pun dapat dijual dengan harga menggiurkan. Negara tujuan penyelundupan trenggiling adalah Hongkong, China dan Taiwan.
Berdasarkan data yang ada, dalam dua tahun terakhir ini sedikitnya ada empat kasus penyelundupan trenggiling yang berhasil digagalkan petugas. Pada September 2007 petugas berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 168 ekor trenggiling dari Indonesia dengan tujuan Thailand. Kemudian di Thailand pada November 2008 berhasil diamankan 100 ekor trenggiling asal Indonesia yang akan diselundupkan ke China melalui Malaysia dan Thailand. Upaya penyelundupan trenggiling juga terungkap di Bandara Syamsudin Noor, Kalimantan selatan 8 Maret 2008, sebanyak 209 ekor trenggiling berhasil disita petugas. Demikian pula di Palembang, petugas berhasil menggagalkan 13,8 ton (sekitar 9 ribu ekor) trenggiling yang siap diselundupkan pada tahun 2008 lalu.
Isu kejahatan hidupan liar (wildlife crime) telah melewati batas-batas negara yang bersifat regional dan bahkan internasional. Indonesia yang merupakan produsen utama produk fauna sering mengalami kerugian, baik dari sisi potensi kehilangan sumberdaya alam, maupun dari sisi potensi ekonomi kehilangan pendapatan yang disebabkan oleh penyelundupan dan pemutihan (wildlife laundering). Penyelundupan berbagai jenis satwa liar seperti orang utan dan reptil termasuk trenggiling melibatkan banyak negara di kawasan Asean.
Di tingkat regional, dengan terbentuknya Asean Wildlife Enforcement Network (Asean-wen) Indonesia mendapat keuntungan karena dapat menangani masalah perdagangan ilegal jenis-jenis flora dan fauna secara bersama-sama dengan sembilan negara Asean lainnya.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Drs. Bintoro. M.Si, Kepala Bidang Analisis dan Penyajian Informasi, mewakili Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Departemen Kehutanan
Pewarta: prwir
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009