"Krisis ini telah menghadirkan kenyataan bahwa pencipta dan penampil disokong oleh penampilan langsung dari bisnis musik dan bahwa royalti streaming tidak cukup memadai," kata pernyataan yang ditujukan kepada politisi, platform streaming serta perusahaan rekaman di seluruh Inggris itu, The Guardian dikutip Selasa.
The streaming model has been broken for years and it is getting worse.
— The Ivors Academy (@IvorsAcademy) May 11, 2020
It’s time to #FixStreaming + #KeepMusicAlive
Together with @WeAreTheMU we have launched a new campaign to create a music industry that works for music creators https://t.co/EVYjj9Kpdv pic.twitter.com/buGuC3mq1y
Baca juga: YouTube Music tambah dua fitur baru
Baca juga: Tahun depan, Oscar terima film yang hanya tayang di platform streaming
Lewat kampanye "The Keep Music Alive", dua organisasi musik yakni Musicians’ Union dan Ivors Academy menyerukan agar para seniman mendapat persentase lebih besar dari royalti musik setelah banyaknya acara pertunjukan musik yang dibatalkan akibat pandemi.
It’s time to #FixStreaming and keep music alive.
— Musicians' Union (@WeAreTheMU) May 11, 2020
Sign the @IvorsAcademy / @WeAreTheMU petition calling on Government to urgently undertake a review of streaming > https://t.co/0P51RVbuVR#BrokenRecord #KeepMusicAlive
Rata-rata, Spotify membayar 0,0028 pound sterling (sekira Rp51) per stream kepada para pemegang hak cipta yang terdiri dari perusahaan rekaman dan artisnya.
Sementara YouTube membayar lebih kecil lagi yakni cuma 0,0012 poundsterling atau sekira Rp22.
Sementara perusahaan rekaman masih mengganjar para artis dengan bayaran berdasarkan ongkos produksi rekaman dan CD.
Nyatanya di era streaming, perusahaan-perusahaan rekaman cenderung banyak dapat uang dari penjualan dan situs streaming.
Baca juga: Pertumbuhan pelanggan Netflix diperkirakan tak lama
Baca juga: Spotify uji coba podcast video dengan dua bintang Youtube
Pencipta Lagu
Para pencipta lagu bernasib lebih sial lagi. Crispin Hunt, vokalis band Britpop Longpigs yang kini jadi penulis lagu profesional yang bekerja sama dengan Ellie Goulding and Florence dan The Machine mengaku meski dia kini sudah sukses tapi dia masih merasa was-was soal uang.
Hunt menjelaskan sebagai contoh, dia pernah menulis lagu hits "Broken" bersama Jake Bugg pada 2013 yang mampu mengumpulkan puluhan juta penonton di YouTube.
Baca juga: Indonesia sudah 20 tahun lesu lagu anak
Baca juga: Atasi masalah hak cipta, Spotify beli lisensi lagu "cover"
Dalam dua tahun pertama setelah dirilis, YouTube cuma membayarnya 158 pound sterling (Rp2,9 jutaan).
Uang terakhir yang dia dapat dari Spotify, katanya, dari lagu Longpigs berjudul "On and On" lagu top 20 dari tahun 1996, yang selama bertahun-tahun telah mengumpulkan hampir 3 juta pendengar.
Dalam tiga bulan terakhir, lagu itu mencapai 25.000 pemutar di Inggris.
Tapi Hunt cuma mendapat 5 pound sterling atau sekira Rp92 ribuan.
Hunt menyarankan satu solusi agar pendapatan layanan streaming dibagi sama rata empat pihak yakni platform itu sendiri, label rekaman, penulis lagu dan penyanyi yang membawakan lagu.
Gray berpendapat, sebagian dari jawabannya mungkin terletak pada memastikan bahwa beberapa biaya langganan musik online perorangan yang sebesar 9,99 pound sterling per bulan, baik di Spotify maupun Apple Music - didistribusikan ke artis yang sebenarnya mereka dengarkan.
Today we’re launching ‘The Broken Record Appeal’. We firmly believe every type of creator in need will find financial help through this resource. @Tim_Burgess is a hero for associating the listening parties with this. https://t.co/vHag0TTZvg
— Tom Gray (@MrTomGray) May 11, 2020
Menanggapi hal itu, Spotify mengklarifikasi bahwa sebagian besar pendapatan yang dihasilkan di Spotify dibayarkan kepada pemegang hak, termasuk label, perusahaan penerbitan, dan distributor.
"Spotify membantu mendorong pertumbuhan industri musik secara keseluruhan, yang baru saja mengalami pertumbuhan di tahun kelima berturut-turut," kata mereka.
Seorang juru bicara YouTube mengatakan perusahaan membayar industri musik "harga yang setara dengan industri lainnya di kedua bisnis periklanan dan berlangganan".
Sebuah pernyataan dari BPI, organisasi yang mewakili label rekaman Inggris termasuk tiga perusahaan besar, menegaskan bahwa "label rekaman adalah investor terkemuka dalam musik untuk membantu artis mencapai kesuksesan."
Baca juga: Slank: Tren musik digital jangan dilawan!
Baca juga: Musik rock pada era digital
BPI mengungkapkan masalah utamanya tetap menjadi jurang antara nilai musik yang dieksploitasi oleh platform video besar pengguna-upload dan nilai mereka kembali ke pencipta musik.
"Platform bisa berbuat lebih baik; mereka hanya perlu dimintai pertanggungjawaban," jelas mereka.
Selain "The Keep Music Alive", ada juga kampanye bertajuk "Broken Record" yang diinisiasi oleh Tom Gray dari band Gomez yang juga merupakan direktur "Performing Rights Society", sebuah organisasi yang mengawasi pembayaran yang diterima oleh musisi dari stasiun radio dan musik yang diputar di tempat umum.
Pada 24 Mei 2020 mendatang, "Broken Record" akan menggelar pesta musik di Twitter untuk menggalang dana.
Acara akan menghadirkan sejumlah musisi seperti Boy George, the Shins, KT Tunstall, hingga John Grant.
Baca juga: Spotify dituntut miliaran dolar masalah hak cipta
Baca juga: YouTube kerja sama royalti ke penulis lagu AS
Baca juga: Ahmad Albar terima royalti lagu "Zakiah"
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020