Pemerintah RI bekerjasama dengan otoritas China terus bekerjasama untuk menyelidiki kasus yang dialami para WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) dan mengupayakan pemenuhan hak-hak kerja mereka.
Kasus yang dimaksud adalah dugaan pelanggaran hak asasi terhadap 46 ABK WNI yang bekerja di empat kapal berbendera China serta kematian total empat ABK, tiga diantaranya meninggal dunia di atas kapal dan seorang lainnya meninggal dunia karena penyakit pneumonia saat dirawat di Korea Selatan.
Keempat kapal itu terdiri atas Long Xing 629 yang memuat 15 orang ABK WNI, Long Xing 605 yang memuat delapan orang ABK WNI, Long Xing 606 memuat 20 orang ABK WNI, Tian Yu 8 yang diawaki tiga ABK WNI.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, beberapa keluarga ABK yang meninggal dunia telah menerima santunan.
“Tetapi hak gaji dan asuransi masih terus diupayakan dengan melibatkan beberapa pihak, yaitu pihak principal, operator kapal dalam hal ini Dalian Fishing Company, serta agen tenaga kerja di China dan di Indonesia,” kata Judha dalam konferensi pers daring dari Jakarta, Rabu.
Karena itu, kata Judha, Kemlu akan terus bekerjasama dengan kementerian dan lembaga terkait di dalam negeri, termasuk dengan Bareskrim Polri, guna mempercepat proses penyelesaian kasus tersebut.
“Sehingga keseluruhan hak-hak para pekerja bisa segera dipenuhi sesuai perjanjian kerja laut yang sudah ditandatangani,” kata Judha.
Sementara itu, berdasarkan penyelidikan yang disampaikan Kementerian Luar Negeri China, hak-hak tersebut sudah dibayarkan sesuai tenggat waktu kerja yang dijalani para ABK WNI.
“Tadi saya sebut sudah dibayarkan (menurut keterangan Kemlu China), namun ternyata ada proses yang harus diverifikasi karena ada beberapa pihak yang terlibat dalam proses pembayaran hak-hak mereka,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah.
Kasus ini tengah diselidiki oleh Bareskrim Polri bekerjasama dengan otoritas China, berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari 14 ABK WNI kapal Long Xing 629 yang tiba di Indonesia dari Korea Selatan pada 8 Mei lalu.
Dari keterangan para ABK, diperoleh informasi bahwa mereka menghadapi berbagai perlakuan tidak manusiawi, seperti kondisi kerja yang buruk, upah yang tidak layak, perlakuan diskriminasi, kerja paksa, serta jam kerja yang terlalu panjang.
Para ABK juga mengonsumsi air minum yang tidak aman, yang berasal dari air laut yang difilter untuk diminum dan dapat membahayakan kesehatan mereka.
Baca juga: Jenazah ABK WNI meninggal di Korea Selatan dibawa ke Tanah Air
Baca juga: AICHR sebut kematian ABK bukti pelanggaran sistemik sektor maritim
Baca juga: Indonesia kutuk perlakuan tidak manusiawi terhadap WNI di kapal China
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020