• Beranda
  • Berita
  • TMC basahi lahan gambut antisipasi puncak musim kemarau cegah karhutla

TMC basahi lahan gambut antisipasi puncak musim kemarau cegah karhutla

13 Mei 2020 18:07 WIB
TMC basahi lahan gambut antisipasi puncak musim kemarau cegah karhutla
Sejumlah petugas sedang berupaya memadamkan api yang membakar tiga hektare lahan gambut di Dusun Keluarga, Gampong Medang Ara, Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa, Aceh, Sabtu (11/4/2020). ANTARA/ HO-BPBD Langsa

kalau ada awan di sana maka kita hujankan di sana

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan operasi TMC dilakukan utamanya untuk menjaga lahan gambut tetap basah dan mencegah kemunculan titik panas (hotspot) menjelang puncak musim kemarau mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

"Kita memasuki musim kemarau, memasuki puncak musim kemarau pada Juli-Agustus mendatang, oleh karena itu hampir bisa dipastikan bahwa tinggi muka air gambut akan terus menerus menyusut, Teknologi Modifikasi Cuaca  (TMC) diharapkan bisa menahan laju penurunan tinggi muka air tanah gambut tersebut sehingga diharapkan bisa mengurangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan," kata Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) BPPT Tri Handoko Seto dalam konferensi video, Jakarta, Rabu.

Sesuai ketentuan pemerintah, tinggi muka air tanah (TMAT) gambut harus terjaga paling rendah 40 cm dari permukaan gambut.

Operasi TMC pada periode ini dilakukan selama 30 hari ke depan yakni 15 hari di Provinsi Riau dan sekitarnya, kemudian 15 hari di Provinsi Sumatera Selatan.

TMC diupayakan untuk dapat berkontribusi menahan laju penurunan TMAT gambut di tengah musim kemarau dan saat puncak musim kemarau, karena pada musim itu, laju penurunan muka air akan terjadi dengan cepat.

Baca juga: BPPT tawarkan inovasi BioPeat, cegah kebakaran hutan dan lahan gambut

Baca juga: BPPT : Inovasi mikroba untuk produktivitas lahan gambut


Dengan TMC, dapat dilakukan pembasahan lahan gambut untuk meningkatkan tinggi muka air tanah gambut sehingga lahan gambut tidak mengering.

"Prediksi ke depannya adalah memasuki musim kemarau yang semakin parah menuju puncak musim kemarau pasti akan terjadi pengurangan air di sana, penurunan muka air tanah gambut," ujar Seto.

Data menunjukkan bahwa tingkat "hotspot" atau tingkat keterbakaran selalu berkorelasi dengan tingkat hujan, sementara tingkat hujan berkorelasi dengan tingkat kebasahan gambut atau tingkat tinggi muka air tanah gambut.

Dengan TMC, maka diharapkan awan-awan di atas daerah-daerah target bisa disemai untuk menurunkan hujan sehingga curah hujan yang diperoleh cukup tinggi untuk dapat memastikan bahwa tinggi muka air tanah gambut di daerah tersebut tetap terjaga.

Dengan memanfaatkan data dari BPPT, Badan Restorasi Gambut dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dapat diketahui secara baik kondisi lahan gambut di hutan Indonesia sehingga bisa membangun stratgi untuk mencegah lahan gambut kering karena akan rentan terbakar.

Seto menuturkan pihaknya juga memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah yang memang setiap tahunnya terdapat banyak titik panas (hotspot) atau daerah yang berulang kali terbakar.

"Data gambutnya kita monitor, kalau ada awan di sana maka kita hujankan di sana sehingga harapan kita tidak terjadi penurunan tinggi muka air gambut," tuturnya.

Baca juga: BPPT kembangkan sistem pemeringkatan bahaya kebakaran gambut
 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020