Hari demi hari semakin mendekat ke Idul Fitri 1441 Hijriyah, makin terlihat bahwa arus mudik dari Jakarta dan sekitarnya ke berbagai daerah benar-benar tidak ada.Kenyataan menunjukkan bahwa mudik kali ini hanya akan berlangsung secara virtual, yakni komunikasi dua atau lebih arah yang tersambung melalui perangkat telepon genggam
Kalaupun ada, itu adalah sebagian kecil orang yang masih berusaha mencari celah dari ketatnya penyekatan wilayah. Beragam akal dimainkan untuk mengelabui petugas dan sebagian ketahuan juga.
Sanksinya jelas; putar balik. Daripada berisiko putar balik, jauh lebih banyak yang menahan diri untuk tidak mudik pada Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran tahun ini. Akhirnya menunggu pagebluk ini berakhir.
Sebagai episentrum penyebaran virus corona (COVID-19), warga Jakarta dan sekitarnya pun tampaknya sudah menyadari bahwa mudik kali ini berpotensi menjadi petaka bagi keluarga di kampung.
Pun demikian di kalangan warga di luar daerah atau daerah tujuan mudik sudah demikian tinggi pemahaman bahwa kedatangan pemudik berisiko menjadi masalah serius. Sudah banyak fakta bahwa pemudik yang lolos dari penyekatan dan tiba di kampung harus menghadapi penolakan dari warga.
Tak sedikit pemudik yang mengisolasi diri ke kebun kosong atau ladang. Di sana, pemudik itu mendirikan gubuk dan untuk mengisi waktu, bisa mencangkul untuk menanam sayuran atau memelihara ternak.
Cerita sedih terjadi beberapa hari lalu ketika seorang ibu--untuk pertama kali dalam hidupnya--terang-terangan menolak kedatangan anaknya yang bertahun-tahun merantau ke Jakarta. Ketegaan ibunya itu hanya karena takut virus corona.
Jutaan calon pemudik--mau tidak mau--harus memahami kondisi seperti itu dan lebih baik menunggu situasi benar-benar sudah aman dari wabah ini. Daripada memaksakan saat ini yang masih demikian riskan.
Kini yang banyak dirasakan adalah kepasrahan dan keikhlasan untuk menerima kenyataan bahwa tahun ni tidak bisa dan tidak boleh mudik. Mau marah sama siapa?
Dalam sejarah hidup banyak orang, wabah ini menyuguhkan pengalaman baru untuk menahan diri dari tradisi mudik. Tak pernah ada catatan sejarah maupun catatan media mengenai larangan mudik, kecuali tahun yang diwarnai wabah global virus corona ini.
Tetap Dilarang
Meski semakin banyak warga Jabodetabek yang memahami pelarangan mudik akibat masih merebaknya virus corona, namun sempat bingung dengan simpang-siur informasi.
Tiba-tiba publik terhenyak dengan pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 6 Mei 2020 yang mengumumkan bahwa seluruh moda transportasi bisa beroperasi kembali mulai 7 Mei. Namun tetap harus menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19.
Kementerian Perhubungan sudah mengeluarkan surat edaran mengenai petunjuk operasional transportasi untuk pelaksanaan pembatasan perjalanan orang dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.
Namun Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo menegaskan tidak ada perubahan peraturan tentang mudik. Artinya mudik tetap dilarang.
Beberapa waktu terakhir, harus diakui bahwa Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menangkap kesan di masyarakat seolah-olah boleh mudik dengan syarat tertentu atau ada kelonggaran.
Di sisi lain, gugus tugas juga melihat terdapat persoalan terkait dengan mobilitas orang dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. Misalnya pengiriman alat kesehatan dan perjalanan tenaga medis yang kesulitan menjangkau beberapa daerah.
Karena itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menerbitkan Surat Edaran Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19.
Pengecualian
Siapa yang dikecualikan? Antara lain aparatur sipil negara, TNI/Polri, pegawai BUMN, lembaga usaha dan lembaga swadaya masyarakat yang berhubungan dengan percepatan penanganan COVID-19.
Selain itu, pengecualian kepada masyarakat yang mengalami musibah dan kemalangan seperti meninggal dunia dan sakit keras.
Pengecualian juga diberikan kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negeri untuk bekerja atau belajar yang ingin kembali ke Tanah Air.
Adapun sejumlah syarat yang harus dipenuhi kepada mereka yang dikecualikan dari larangan bepergian adalah memiliki izin dari atasan minimal setara eselon II atau kepala kantor.
Bagi wirausaha yang usahanya berkaitan dengan percepatan penanganan COVID-19 tetapi tidak memiliki instansi, maka harus ada surat pernyataan di atas materai yang diketahui kepala desa atau lurah.
Selain itu, mereka juga harus memiliki surat keterangan sehat baik untuk pergi maupun pulang yang diperoleh dari dokter rumah sakit, Puskesmas atau klinik setelah menjalani rangkaian pemeriksaan termasuk tes cepat dan tes usap tenggorokan.
"Kegiatan yang dilakukan harus tetap memperhatikan protokol kesehatan yang ketat, meliputi menjaga jarak, menggunakan masker, mencuci tangan dan tidak menyentuh bagian wajah," kata Doni.
Virtual
Larangan mudik juga kembali ditegaskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Seluruh aktivitas di kawasan Jabodetabek hanya diperbolehkan jika sesuai aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan masyarakat diharapkan hanya melakukan mudik virtual.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Jakarta mengharapkan masyarakat tetap berada di rumah agar penyebaran COVID-19 tak semakin meluas. Anies telah menerbitkan Pergub Nomor 47 Tahun 2020 yang mengatur mekanisme perizinan dan sanksi selama PSBB.
Artinya, semua tetap berada di rumah. Yang bisa bepergian adalah orang yang karena tugas/pekerjaannya di 11 sektor yang mendasar.
"Lebaran atau tidak, sama saja. Virus tidak kenal nama hari. Tidak ada hari besar atau hari biasa. Tidak kenal Lebaran atau tidak," kata Anies.
Dia mengingatkan, jangan membuat kondisi Jabodetabek kembali ke bulan Maret dan membuat usaha yang sudah berjalan selama dua bulan lebih ini menjadi sia-sia. Kemudian jangan ada mudik lokal, yang boleh adalah mudik virtual.
Namun demikian, aturan tersebut juga mengatur bahwa mereka yang dikecualikan untuk beraktivitas harus mengurus perizinan saat akan keluar kawasan Jabodetabek.
Penduduk dari luar Jabodetabek saat masuk ke Jakarta harus mengurus Surat Izin Keluar-Masuk (SIKM) Wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Dalam pergub tersebut warga ber-KTP Jabodetabek memang tidak perlu mengurus SIKM. Namun perlu digarisbawahi bahwa aktivitas di kawasan Jabodetabek hanya diizinkan untuk kebutuhan yang esensial dan mengacu pada ketentuan PSBB.
Pemprov DKI Jakarta menegaskan hanya 11 sektor yang diperbolehkan beraktivitas selama masa PSBB, yakni kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informasi.
Selanjutnya, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu serta kebutuhan sehari-hari.
Karena itu, Anies mengimbau agar warga tetap mengurangi kegiatan di luar rumah dan selalu menerapkan protokol pencegahan COVID-19.
Baca juga: Sudah 306 kendaraan yang akan masuk ke Bengkulu dipaksa putar balik
Baca juga: Kemarin, dari THR pasukan pelangi (PJLP), hingga mudik virtual
Baca juga: Polda Metro Jaya prediksi Jakarta cenderung padat saat Idul Fitri
Dia meminta kepada seluruh masyarakat untuk tetap berada di rumah, tidak bepergian, apalagi menjelang masa yang banyak hari liburnya. Ini adalah momentum menjaga untuk tetap berada di rumah.
Kenyataan menunjukkan bahwa mudik kali ini hanya akan berlangsung secara virtual, yakni komunikasi dua arah atau lebih yang tersambung melalui perangkat telepon genggam.
Meski bandara, terminal-terminal bus antarkota, stasiun, penyeberangan dan pelabuhan serta jalan tol di Jabodetabek hari-hari ini lengang, tapi diyakini bahwa jutaan pemudik sudah sampai di kampung halamannya. Selama ada sinyal, tersedia pulsa dan paket data, mudik kali ini bisa berulang kali.
Mudik virtual gitu loh...
Pewarta: Sri Muryono
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020