"Ikuti anjuran pemerintah, insyaallah, kita segera akan melewati cobaan ini,” kata Maman Imanulhaq dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Maman mengutarakan bahwa pandemi virus corona ini telah memberi pelajaran penting bagi bangsa Indonesia.
Pertama, untuk menumbuhkan kembali karakter gotong royong dengan solidaritas kebangsaan yang kuat.
Kedua, lanjut Maman, menguatkan pola keberagamaan yang subtansional penuh dengan kasih sayang, toleransi, dan semangat berbagi.
"Kebencian, radikalisme, dan terorisme ternyata bisa kita lawan bersama dengan menyadari bahwa persoalan kemanusiaan kita bukan politik identitas yang menonjolkan perbedaan, melainkan kemiskinan, kebodohan, dan pandemi COVID-19,” jelas Maman.
Poin selanjutkan, kata dia, mendorong pemerintah untuk melayani masyarakat dengan profesional, berbasis data dan koordinatif.
Ketiga poin itulah dinilai menjadi momen bagi bangsa Indonesia pada bulan Ramadan dan Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei.
Baca juga: Masjid Al-Azhar selenggarakan kajian daring pengganti iktikaf
Pimpinan Pesantren Al-Mizan Jatiwangi Majalengka ini menambahkan bahwa pandemi COVID-19 mengharuskan masyarakat untuk menunda banyak kesenangan, seperti berkumpul dan bepergian.
Semua dianjurkan untuk stay at home atau tetap tinggal di rumah. Hal ini, menurut dia, sesuai dengan hakikat puasa itu sendiri.
“Dalam bahasa Arab, puasa dikenal dengan istilah shaum atau shiyam. Keduanya memiliki makna Al-Imsak, yaitu menahan diri atau menunda kesenangan,” kata Maman.
Hal tersebut, menurut dia, sangat relevan dengan tujuan berpuasa, yaitu menunda kesenangan dan mengkhusyukkan diri di rumah dengan beribadah, bekerja, dan meningkatkan kualitas komunikasi antaranggota keluarga demi terwujudnya ketahanan keluarga.
Terkait dengan penanganan COVID-19, Maman menilai pemerintah telah optimal dalam memerangi pandemi ini. Namun, dia tetap memberikan catatan penting yang harus diperbaiki pemerintah, yaitu soal validasi data dan koordinasi antarlembaga dan kementerian. Dua kelemahan sangat terlihat saat menghadapi COVID-19.
“Kita butuh kerja keras, kerja sama, dan kerja cerdas. Ini hikmah penting memerangi virus corona birokrasi pemerintah harus bergerak dengan sistematis, profesional, dan sinergis, tidak boleh ada kebijakan yang tumpang-tindih,” katanya memaparkan.
Ia menilai sejauh ini masyarakat masih lemah dari sisi komitmen bersama menghadapi COVID-19.
Untuk itu, edukasi dan sosialisasi harus terus ditingkatkan.
Baca juga: Dubes: WNI di Austria kreatif jalani puasa di tengah wabah
Selain itu, kata dia, jiwa gotong royong bangsa Indonesia sedang diuji. Oleh karena itu, tidak boleh ada kelompok masyarakat yang egois dengan tidak mematuhi protokol kesehatan.
Demikian pula umat Islam, menurut Maman, masih terbelah dalam menghadapi COVID-19. Yang pasti, suasana Ramadan benar-benar berubah, lebih sunyi dan sedikit mencekam.
“Akan tetapi, ini mengajarkan kita tentang hakikat Ramadan untuk lebih berintrospeksi diri (muhasabah) dan tidak terjebak kepada prilaku keberagaman yang simbolik dan palsu,” katanya menegaskan.
Meski demikian, dia melihat semangat solidaritas umat Islam dan seluruh masyarakat dalam berbagi tetap terlihat. Dengan pandemi ini, pembagian zakat juga lebih subtansional. Diharapkan pembagian zakat tidak ada yang berkerumun dan berdesak-desakan hingga jatuh korban.
Baca juga: Masjid Umar Ibnu Abdul Aziz sediakan layanan jemput zakat
Selain itu, tradisi silaturahmi dan mudik pada Lebaran sedikit berubah dan kemungkinan besar lebih sepi. Akan tetapi, itu akan tetap makna yang besar bagi umat Islam.
“Idulfitri 1441 Hijriah sangat spesial. Selain kita rayakan sebagai hari kemenangan setelah berpuasa menahan hawa nafsu, mari kita jadikan momentum Lebaran untuk meraih kemenangan melawan COVID-19,” kata Kiai Maman menandaskan.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020