• Beranda
  • Berita
  • Dokter: Protokol kesehatan di bandara dan pesawat harus ketat

Dokter: Protokol kesehatan di bandara dan pesawat harus ketat

18 Mei 2020 17:03 WIB
Dokter: Protokol kesehatan di bandara dan pesawat harus ketat
Ilustrasi - Ratusan calon penumpang mengantre untuk mendapatkan pengesahan surat ijin naik pesawat di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (14/5/2020). (ANTARA FOTO/Ahmad Rusdi/Bal/hp.)
Protokol kesehatan pencegahan virus COVID-19 harus lebih ketat lagi dilaksanakan di bandara maupun di dalam kabin pesawat menyusul dibukanya kembali penerbangan komersil oleh pemerintah agar tidak terjadi lonjakan kasus positif, kata dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan (Perdospi).

"Pelonggaran bolehnya penerbangan penumpang komersial harus diikuti dengan langkah-langkah terkoordinasi di bandara dan di dalam kabin pesawat sehingga semua langkah pencegahan penularan COVID-19 dapat dijamin optimal," kata Ketua Perdospi dr Wawan Mulyawan Sp.BS(K) Sp.KP AAK dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurutnya, pencegahan penularan virus COVID-19 di bandara dan kabin pesawat harus menjadi program utama dari seluruh otoritas penerbangan termasuk juga sosialisasi yang terus menerus dan penegakan hukum.

Dia mengatakan kedisiplinan terhadap penerapan protokol kesehatan harus dilakukan baik itu dari penumpang atau masyarakat dan juga pihak otoritas pemerintah.

Baca juga: Calon penumpang harus lalui lima pos pemeriksaan di bandara AP I

Baca juga: Menteri BUMN apresiasi pembatasan perjalanan di Bandara Semarang


Wawan merekomendasikan agar Kementerian Kesehatan memperkuat sumber daya di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di bandara yang beroperasi baik dalam bentuk jumlah SDM, kompetensi, dan juga peralatan.

Menurutnya, perlu penambahan tenaga kesehatan di bandara yang dilakukan dengan penambahan dari pemerintah maupun relawan dari organisasi profesi.

Selain itu SDM KKP juga harus memiliki kompetensi dalam penanganan COVID-19. Wawan juga menyarankan penambahan peralatan pengecekan di bandara jika diperlukan.

Dia menekankan pentingnya sanksi sesuai aturan hukum yang berlaku kepada setiap pelanggar protokol kesehatan baik itu dilakukan oleh penumpang ataupun petugas bandara. Penegakan hukum ini harus bekerja sama dengan otoritas keamanan bandara.

Dari sisi otoritas transportasi udara, Kementerian Perhubungan juga perlu membuat regulasi yang mengatur tentang kelengkapan persyaratan kesehatan dan syarat lainnya untuk naik pesawat di masa pandemi COVID-19.

Kelengkapan persyaratan tersebut sebaiknya dilakukan di luar bandara dengan metode daring sebelum calon penumpang memasuki kawasan bandara agar proses pelaporan ulang di bandara berlangsung cepat dan sesuai aturan menjaga jarak fisik. Maskapai penerbangan juga sebaiknya memfasilitasi hal ini dengan pelayanan daring.

"Calon penumpang yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat seharusnya sudah tersaring sebelum masuk bandara dan hanya faktor-faktor khusus saja, seperti baru muncul gejala klinis setelah submit online persyaratan yang menyebabkan yang bersangkutan dicegah untuk terbang," kata Wawan.

Otoritas bandara juga harus menyiapkan lebih banyak fasilitas untuk mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer dan juga masker gratis bagi yang maskernya rusak. Otoritas keamanan bandara juga harus menegakkan hukum secara tegas dan bijak pada pelanggar protokol kesehatan.

Wawan menyoroti penolakan organisasi perusahaan penerbangan internasional (IATA) terhadap penerapan pembatasan jarak fisik di kursi pesawat. Namun, hal itu tidak serta merta menjadi justifikasi pelonggaran terhadap aturan pencegahan penularan COVID-19 di pesawat.

"Perdospi melihat bahwa physical distancing di pesawat tidak perlu diartikan dengan pembatasan jumlah kursi pesawat di kabin yang boleh digunakan penumpang. Pemanfaatan kreatifitas dari maskapai untuk penggunaan faceshield atau glass safe," kata Wawan.

Selain itu, dia juga menekankan penerapan aturan standar penggunaan masker yang baik dan benar, penggunaan hand sanitizer, pembatasan pergerakan manusia di dalam kabin pesawat, penyediaan makanan dan minuman di kursi pesawat sebelum penumpang duduk, pembatasan area dan penggunaan toilet, penyediaan beberapa baris kursi belakang untuk karantina penumpang yang muncul gejala klinis di kabin, dan lain-lain.

Menurut dia, hal tersebut akan lebih efektif daripada menyediakan hanya 50 hingga 70 persen kursi penumpang seperti disarankan beberapa pihak. Menurutnya awak kabin dan penumpang juga perlu mendapatkan informasi mengenai pencegahan penularan COVID-19, pengenalan gejala klinis, dan penanganan karantina di pesawat sebelum naik pesawat.

Pengikutsertaan tenaga kesehatan di pesawat baik spesialis kedokteran penerbangan (SpKP), dokter umum terlatih penerbangan dan memahami pencegahan penularan COVID-19, atau perawat terlatih juga bisa menjadi pertimbangan, terutama pada pesawat-pesawat berbadan lebar.

Wawan juga menegaskan pentingnya disinfeksi di kabin pesawat setelah penerbangan yang harus dilakukan secara maksimal dan terjamin serta pemantauan kru pesawat dan awak kabin dalam melakukan jaga jarak sebelum dan sesudah penerbangan, atau sebelum mengawaki penerbangan berikutnya, harus dilakukan secara ketat oleh maskapai penerbangan.*

Baca juga: Muhadjir: Pengurangan PSBB harus diimbangi pengetatan protokol

Baca juga: Bamsoet minta pemerintah selidiki penumpukan penumpang di bandara

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020