• Beranda
  • Berita
  • Stafsus BUMN: Telemedicine menahan terjadi penumpukan di rumah sakit

Stafsus BUMN: Telemedicine menahan terjadi penumpukan di rumah sakit

19 Mei 2020 15:02 WIB
Stafsus BUMN: Telemedicine menahan terjadi penumpukan di rumah sakit
ilustrasi - Tim dokter memeriksa awal pasien terkait wabah corona atau COVID-19 di ruang IGD Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Jakarta, Sabtu (28-3-2020). (ANTARA/HO/Tim Kesehatan Kogasgabdap Wisma Atlet)

Kami belajar dari kondisi di luar negeri banyak korban yang meninggal karena tidak tertampung di rumah sakit

Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menilai aplikasi telemedicine dapat menahan orang-orang yang terkena Covid-19 namun secara fisik masih kuat, untuk tidak ke rumah sakit dalam rangka mencegah penumpukan.

"Telemedicine ini bisa menahan orang untuk tidak ke rumah sakit bagi mereka yang terkena Covid-19 yang secara fisik masih kuat.Makanya itu yang akhirnya kita buat," ujar Arya dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan, hal itu merupakan cara pihaknya untuk menahan orang-orang terkena Covid-19 yang fisiknya masih kuat untuk tidak ke rumah sakit, namun masih bisa berkonsultasi dengan para tenaga kesehatan. Orang-orang tersebut masih bisa di rumah, menanyakan apapun bahkan sampai bisa memesan obat dari rumah. Maka dari itu kita membentuk Telemedicine.

"Kami belajar dari kondisi di luar negeri banyak korban yang meninggal karena tidak tertampung di rumah sakit. Jadi banyak orang yang tidak tertampung di rumah sakit akhirnya meninggal," katanya.

Stafsus Kementerian BUMN itu menjelaskan bahwa dari situ pihaknya mempelajari detailnya bagaimana orang terinfeksi Covid-19. Ternyata ada orang yang dikategorikan sebagai orang tanpa gejala atau OTG, kemudian ada juga orang yang terkena gejala seperti batuk atau flu namun secara fisik orang tersebut kuat dan tidak perlu menjalani istirahat total.



Baca juga: Masyarakat diminta tidak datang ke RS, gunakan layanan telemedicine


Ketiga adalah orang-orang yang membutuhkan istirahat total tapi tidak dalam kondisi parah. Terakhir adalah orang positif Covid-19 yang sudah dalam kondisi parah di mana harus masuk ruang ICU dan menjalani perawatan dengan baik di rumah sakit.

"Ini bisa menahan ternyata supaya orang tidak ke rumah sakit. Jadi ini peran besar dari teknologi seperti Telemedicine di mana orang tidak perlu ke rumah sakit dan akhirnya bisa berkonsultasi dari rumah mereka masing-masing serta kalau ada obat mereka bisa langsung memesannya," kata Arya yang juga merangkap sebagai Satgas Covid-19 Kementerian BUMN.

Menurut Arya, telemedicine cukup kuat di Indonesia sehingga pihaknya menggalang mereka dan ternyata sampai Senin (18/5) kemarin chatbot-nya sudah mencapai jutaan serta pengguna Telemedicine yang melakukan konsultasi telah mencapai sekitar 500 ribu orang melalui aplikasi Telemedicine.

"Ini adalah teknologi yang kami lihat sangat berguna dalam menahan orang untuk tidak ke rumah sakit dan pada akhirnya tidak terjadi penumpukan," ujarnya.

Baca juga: Presiden apresiasi dukungan "rumah sakit tanpa dinding"

Lebih lanjut Stafsus Kementerian BUMN itu menyampaikan bahwa Mereka yang ke rumah sakit adalah orang-orang yang sudah dalam kondisi parah terkena Covid-19, orang-orang yang perlu membutuhkan perawatan berat.

"Itu terjadi sekarang, pasien Covid-19 yang tanpa gejala atau yang bisa mengisolasi mandiri di rumah dilayani oleh Telemedicine, mereka yang butuh perawatan tapi fisiknya masih kuat masuk ke rumah sakit darurat Wisma Atlet, sedangkan pasien yang telah parah kondisinya baru dilayani oleh Rumah sakit rujukan," katanya.

Menurut dia, datanya sekarang sudah mengalami penurunan, jadi ada penurunan jumlah mereka yang datang ke rumah sakit rujukan Covid-19. Itu semua berkat berjalannya aplikasi Telemedicine dan rumah sakit darurat.


Baca juga: Wamen: Semua rumah sakit BUMN persiapkan penanganan Covid lebih cepat

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020