Bencana alam di Provinsi Sumatera Selatan periode Januari hingga pertengahan Mei 2020 meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2019 karena pengaruh musim hujan serta dipicu degradasi kerusakan alam.Meningkatnya bencana alam dipicu dua hal yakni cuaca musim hujan yang tidak biasa dan adanya alih fungsi lahan di wilayah OKU Selatan.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori, Rabu, mengatakan sejak Januari hingga Mei 2020 terjadi 80 kali bencana alam berupa banjir, banjir bandang, puting beliung dan tanah longsor di Sumsel.
"Periode yang sama pada 2019 hanya ada 30 kejadian, memang ada peningkatan cukup tinggi," ujar Ansori kepada Antara.
Banjir bandang tercatat paling mendominasi kejadian bencana alam yang merusak puluhan rumah, merendam puluhan desa dan memutuskan jembatan gantung antardesa hingga jembatan beton penghubung antarkabupaten/kota.
Banjir bandang terjadi di Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan OKU Selatan yang berada di hulu-hulu sungai.
Secara umum bencana alam pada semester I 2020 dominan terjadi di wilayah OKU Raya yakni Sumsel bagian selatan, meliputi Kabupaten OKU Selatan yang berada di dataran tinggi dan OKU Timur yang berada di bawah OKU Selatan.
Menurut dia dominasi kejadian di OKU Raya terbilang unik karena umumnya bencana alam saat musim hujan dominan terjadi di wilayah Sumsel barat yang meliputi Kota Pagaralam, Lubuklinggau, Kabupaten Empat Lawang, Lahat, Musi Rawas dan Muratara.
"Banjir di OKU Timur itu sebetulnya banjir kiriman dari OKU Selatan, tapi memang dampaknya luar biasa tahun ini," tambahnya.
Sementara untuk kerugian materi pihaknya mengaku belum mengetahui persis karena penghitungan dilakukan masing-masing pemkab, namun korban jiwa meninggal selama periode tersebut hanya ada satu orang, yakni korban tertimbun longsor di OKU Selatan.
Ia menjelaskan bahwa meningkatnya kejadian alam dipicu dari dua kondisi, yakni cuaca musim hujan yang tidak biasa dan adanya alih fungsi lahan di wilayah OKU Selatan.
Seharusnya bulan April dan Mei curah hujan Sumsel berkurang karena akan bergeser ke musim kemarau, kata dia, tapi sebaliknya intensitas hujan justru tinggi dan terjadi dalam rentang cukup lama.
Selain itu di wilayah OKU Selatan sebagai hulu daerah aliran sungai mengalami degradasi akibat alih fungsi lahan untuk perkebunan maupun permukiman yang membuat resapan air berkurang dan tanah menjadi rentan bergerak sampai longsor.
"Harus diakui degradasi di hulu membuat air hujan langsung jatuh ke sungai karena tidak ada penghambat maupun penangkap air, sehingga aliran air menjadi lebih cepat dan merusak wilayah yang dilaluinya," kata Ansori menjelaskan.
Sementara pada musim kemarau, Sumsel masih akan menghadapi bencana tahunan yakni kebakaran hutan dan lahan yang telah disiagakan pencegahanya oleh BPBD Sumsel agar tidak terlalu parah.
Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020