Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro menyoroti tingginya antusiasme terhadap program Kartu Prakerja yang mengindikasikan bahwa program selaras dengan upaya mengatasi kesulitan rakyat yang terdampak pandemi sekarang ini.Pelaksanaan pelatihan secara online ini sementara saja karena memang keadaan darurat COVID-19
"Masyarakat sangat antusias untuk mengikuti program Kartu Prakerja ini. Pendaftar yang sudah terverifikasi mencapai 2,5 juta orang, padahal tiap gelombang kuotanya disiapkan 200.000 orang," kata Agung Widyantoro dalam rilis di Jakarta, Rabu.
Baca juga: 680.000 orang resmi mendapat Kartu Prakerja
Dengan demikian, menurut politisi Partai Golkar itu, Kartu Prakerja sesuai dengan realitas di tengah dihadapi rakyat saat ini.
Ia memaparkan Kartu Prakerja pada awalnya diprioritaskan untuk angkatan kerja muda pada perkembangannya sudah melalui modifikasi.
Namun, lanjutnya, pandemi yang tiba-tiba melanda Indonesia membuat prioritasnya beralih baik untuk pekerja maupun UMKM yang terdampak dengan skema pelatihan untuk bekal pascapandemi.
"Di sisi lain, berkaitan dengan skema pelatihan online yang dianggap banyak kalangan tidak efektif, saya menjelaskan bahwa skema itu merupakan modifikasi dari konsep awal supaya tidak menghilangkan esensi pembekalan skill kepada penerima Kartu Prakerja. Pelaksanaan pelatihan secara online ini sementara saja karena memang keadaan darurat COVID-19," ucapnya.
Agung juga mengingatkan pemerintah telah banyak pula mengeluarkan upaya skema bantuan langsung, seperti program keluarga jarapan (PKH), program bantuan sembako, subsidi listrik, bansos tunai, dan bansos khusus Jabodetabek.
Sebelumnya, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta pemerintah menghentikan sementara program Kartu Prakerja hingga dilakukan evaluasi ulang lantaran program tersebut dinilai terlalu dipaksakan.
Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Hipmi Anggawira mengatakan sejak awal Kartu Prakerja dirancang untuk dilakukan pada situasi normal, bukan untuk situasi krisis seperti saat ini, dengan banyak perusahaan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Tahun 2020 ini adalah tahun krisis bagi semua orang, lapangan pekerjaan pun berkurang. Sangat disayangkan pemerintah terlalu memaksakan untuk meluncurkan program Kartu Prakerja di situasi seperti ini," katanya.
Sebelumnya, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai koneksi Internet yang kurang di daerah dan belum meratanya literasi teknologi menjadi tantangan bagi program Kartu Prakerja.
Selain itu ia juga menambahkan bahwa literasi teknologi seperti terbiasa mengakses Internet atau menggunakan smartphone, belum merata ke semua lapisan masyarakat.
Baca juga: Program Kartu Prakerja harus dorong kreativitas pekerja migran
Baca juga: Disnakertrans Sulsel: 15.625 orang telah memperoleh Kartu Prakerja
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020