Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta di Jakarta, Rabu, mengatakan, Indonesia perlu memanfaatkan momentum perubahan yang terjadi pada Rantai Nilai Global atau Global Value Chains (GVC) yang selama ini terpusat di China.
"Sejak perang dagang Amerika Serikat-China dan terlebih lagi dengan pandemi Covid-19, GVC yang selama ini terpusat di China terdisrupsi dan kini tengah berupaya mengurangi ketergantungan kepada negara tersebut. Asia Tenggara, termasuk Indonesia, bisa diuntungkan oleh relokasi besar-besaran dari China," ucapnya.
Namun, menurut dia, walaupun dipandang potensial, Indonesia relatif tidak menarik bagi investor asing karena rumitnya peraturan-peraturan yang berlaku.
Ia berpendapat bahwa permasalahan yang ada dalam menarik investasi adalah peraturan yang rumit, berlapis dan tumpang tindih yang sebenarnya sudah sejak lama dikeluhkan sebagai faktor penghambat masuknya investasi di Indonesia.
"Pemerintah perlu memperkuat upaya-upaya yang sudah dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut, seperti penghapusan perda yang tidak ramah investasi dan integrasi proses perizinan melalui Online Single Submission," ujar Andree.
Selain itu, ujar dia, upaya penyederhanaan lain yang tengah digencarkan adalah melalui RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang pembahasannya resmi ditunda sejak April lalu.
Namun, fungsi penyederhanaan RUU ini masih meragukan karena ternyata masih dibutuhkan lebih dari 400 peraturan pelaksanaan baru yang harus selesai dibuat dalam satu bulan setelah RUU diundang-undangkan.
Mengenai tenggat waktu satu bulan ini, Andree menilai bahwa Presiden dan kabinet sebaiknya fokus pada peningkatan kualitas peraturan pelaksanaan dengan memberikan waktu yang cukup untuk penelitian dan konsultasi publik.
Sebagaimana diwartakan, mantan Menteri BUMN Tanri Abeng menyarankan agar BUMN bisa berperan lebih aktif dalam menarik investasi dan modal dari luar negeri ke Indonesia di tengah kondisi perekonomian yang terdampak pandemi.
"BUMN ini bisa berperan aktif yakni bagaimana dia bisa menarik modal dari luar masuk ke Indonesia mengingat BUMN sangat menarik untuk dijadikan mitra," ujar Tanri Abeng dalam seminar daring yang digelar LP3ES di Jakarta, Senin (18/5).
Menurut dia, potensi besar BUMN sangat menarik untuk dijadikan mitra strategis oleh investor luar negeri karena tata kelola korporasi BUMN jauh lebih baik dibandingkan swasta.
"Hal-hal yang dilakukan seperti obligasi global atau global bond, ini juga akan membantu ketahanan nilai tukar rupiah. Karena dengan dolar yang masuk ke dalam negeri maka rupiah kita akan lebih kuat," katanya.
Secara umum, mantan Menteri BUMN tersebut melihat bahwa krisis ini harus dikelola sebagai krisis. Selain itu dia juga menilai bahwa BUMN memiliki peranan untuk memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi ketahanan ekonomi Indonesia.
Sebelumnya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menilai bahwa minat investor terhadap obligasi global yang diterbitkan BUMN menunjukkan Indonesia masih menjadi salah satu tujuan investasi menarik di dunia.
Sepanjang Januari-Maret 2020 atau Triwulan I 2020, Penanaman Modal Asing (PMA) yang masuk turun 9,2 persen menjadi Rp98,3 triliun dari Rp107,9 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) naik 29,3 persen dari sebelumnya Rp87,2 triliun menjadi Rp112,7 triliun.
Kendati demikian, realisasi investasi sepanjang triwulan pertama 2020 mencapai Rp210,7 triliun, tumbuh 8 persen dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp195,1 triliun.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020