Kendati meyakini bahwa situasi kesehatan masyarakat dunia akan membaik ketika Piala Dunia digelar pada November-Desember 2022 di Qatar, salah satu petinggi panpel Piala Dunia 2022 Qatar Hassan Al Thawadi menyadari ada tantangan dari dampak ekonomi pandemi COVID-19.
"Bagaimana hasil pemulihan? Saat ini, semuanya masih belum jelas, kita mulai memasuki situasi resesi, akan selalu ada kekhawatiran terkait ekonomi global dan kemampuan suporter membayar biaya meramaikan Piala Dunia," kata Al Thawadi sebagaimana dilansir Reuters, Kamis WIB.
Baca juga: Duta Piala Dunia 2022 positif terkena virus corona
Al Thawadi, yang menjabat Sekretaris Jenderal Komite Tinggi Penyampaian dan Pusaka itu, mengaku telah berkonsultasi dengan sejumlah ahli industri dan berencana melanjutkannya dengan penyelenggara ajang olahraga lainnya, termasuk Olimpiade Tokyo, yang ditunda ke tahun 2021.
Elemen terpenting dari perencanaan tersebut, lanjut Al Thawadi adalah memastikan tarif ajang tersebut tidak terlalu mahal bagi suporter.
"Sejak hari pertama kami selalu mengatakan ini akan menjadi turnamen yang terjangkau, kami ingin semua orang yang ingin bisa datang ke Piala Dunia," katanya.
"Kini dengan ketidakpastian situasi dunia pasca COVID-19, belum ada cetak biru yang jelas yang bisa didiskusikan."
"Tapi kami tetap berkomitmen untuk menyeimbangkan Piala Dunia yang terjangkau bagi suporter dan yang tetap berfungsi untuk industri ini, termasuk yang terlibat di dalamnya seperti jasa layanan serta mereka yang bertanggung jawab memuluskan penyelenggaraan turnamen," pungkas Al Thawadi.
Piala Dunia 2022 bakal menjadi yang pertama kali diselenggarakan di musim dingin ketimbang jadwal rutin di musim panas dan diikuti 32 negara.
Baca juga: Qatar laporkan tiga lagi kasus virus corona di lokasi Piala Dunia
Baca juga: COVID-19 rusak kalender sepak bola sampai tiga tahun ke depan
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2020