Peneliti Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Muhammad Arifudin, menyatakan, setelah KKP memperbolehkan kembali ekspor benih lobster, maka penetapan badan usaha yang diperbolehkan melakukan ekspor benih lobster harus benar-benar selektif.Ekspor benih tidak bisa serta merta dilakukan setelah badan usaha mengantongi izin, tapi mesti terlebih dahulu memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, serta bisa dibuktikan salah satunya terkait panen yang telah dilakukan secara berkelanjutan
"Setelah keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan mesti selektif dalam menentukan dan menetapkan badan usaha yang akan melakukan ekspor benih lobster," kata Muhammad Arifudin, Rabu.
Dalam aturan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut disebutkan pengeluaran benih lobster dari Indonesia hanya boleh dilakukan oleh ekportir yang telah melakukan kegiatan pembudidayaan lobster, yang ditunjukkan dengan bukti telah melakukan panen secara berkelanjutan dan telah melepasliarkan lobster sebanyak dua persen dari hasil pembudidayaan dengan ukuran sesuai hasil panen.
Selain itu, ujar dia, kuota dan alokasi penangkapan benih lobster harus sesuai hasil kajian dan rekomendasi Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan (Komnas Kajiskan).
Seperti diketahui, saat ini KKP telah memberikan rekomendasi kepada sembilan perusahaan calon eksportir benih.
Muhammad Arifudin mengatakan bahwa pelaksanaan Permen 12/2020 itu mesti dilakukan secara transparan dan hati-hati sebab mengatur sejumlah syarat yang membutuhkan proses verifikasi yang ketat kepada calon eksportir.
Salah satunya, lanjutnya, adalah tentang syarat ekspor bagi perusahaan pembudidaya yang telah melakukan panen berkelanjutan. Hal ini berarti ekspor benih baru bisa dilakukan 16-20 bulan yang akan datang setelah dilakukan minimal 2 kali panen.
"Ekspor benih tidak bisa serta merta dilakukan setelah badan usaha mengantongi izin, tapi mesti terlebih dahulu memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, serta bisa dibuktikan salah satunya terkait panen yang telah dilakukan secara berkelanjutan," kata Arifudin.
Ia juga mengingatkan KKP tentang pentingnya kajian dan keterlibatan Komisi Nasional Kajiskan dalam penentuan kuota ekspor benih. Dalam pasal 5 ayat 1.b Permen KP 12/2020 disebutkan bahwa kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster (Puerulus) sesuai hasil kajian dari Komnas Kajiskan.
"Komnas KAJISKAN mesti diaktifkan agar segera bersidang menentukan kuota dan alokasi penangkapan benih lobster sebagai dasar menentukan berapa banyak benih yang bisa diekspor saat ini," kata Arifudin.
Berdasarkan catatan DFW, KKP terakhir kali menetapkan hasil kajian Komnas KAJISKAN tentang estimasi potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pada 2016.
Baca juga: Menteri KP: Ekspor benih lobster diperbolehkan, namun ini syaratnya
Baca juga: DFW tolak wacana membuka kembali ekspor benih lobster
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020