Lembaga Indonesia for Global Justice (IGJ) menyatakan, efektivitas dari program Kartu Prakerja harus terukur secara jelas dan perlu sosialisasi yang luas serta menyeluruh kepada seluruh kalangan masyarakat mengenai penerapannya.Bisa jadi Kartu Prakerja ini lebih efektif jika dihubungkan dengan BLK yang tersedia. BLK-lah yg menjembatani dengan pasar tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri sektor manufaktur maupun dan sektor jasa lainnya.
"Kartu Prakerja yang disiapkan oleh pemerintah menurut kami belum terukur secara jelas efektivitasnya, termasuk apa yang hendak dituju oleh pemerintah sendiri," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta, Rabu.
Menurut Rachmi, jika pemerintah mempersiapkan Kartu Prakerja untuk mempersiapkan SDM Indonesia menghadapi Industri 4.0, hal ini dinilai belum terbaca dalam skema yang diterapkan.
Baca juga: Pengamat: Tantangan Kartu Prakerja adalah keselarasan dengan perikanan
Kemudian, lanjutnya, bila pemerintah mempersiapkan ini agar SDM di Tanah Air terampil dan dapat diserap oleh industri, terlihat juga ketidakselarasan antara industri mana yang akan menyerap jika tidak terjadi kecocokan antara kebutuhan industri dengan keahlian yang ditawarkan dalam Kartu Prakerja.
"Bahkan jika dikaitkan dengan menumbuhkembangkan sektor UMKM, Kartu Prakerja belum menyediakan skema yang tepat," kata Direktur Eksekutif IGJ.
Ia berpendapat bila Kartu Prakerja ini difungsikan sebagai bantuan sosial yang disediakan bagi pengangguran sebelum dia mendapatkan pekerjaan itu akan lebih efektif.
Baca juga: Pengguna Kartu Prakerja lihat insentif sebagai faktor penarik utama
Namun, menurut dia, hal itu harus terhubung dengan akses jaminan penyerapan tenaga kerja yang baik, yang dapat dilakukan dengan lebih efektif bila hal tersebut dihubungkan dengan Balai Latihan Kerja (BLK).
"Bisa jadi Kartu Prakerja ini lebih efektif jika dihubungkan dengan BLK yang tersedia. BLK-lah yg menjembatani dengan pasar tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri sektor manufaktur maupun dan sektor jasa lainnya," katanya.
Pada saat ini, ujar Rachmi, dengan skema daring belum tentu semua orang bisa mengaksesnya akibat gap pengetahuan dan teknologi.
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Agung Widyantoro menyoroti tingginya antusiasme terhadap program Kartu Prakerja yang mengindikasikan bahwa program selaras dengan upaya mengatasi kesulitan rakyat yang terdampak pandemi sekarang ini.
"Masyarakat sangat antusias untuk mengikuti program Kartu Prakerja ini. Pendaftar yang sudah terverifikasi mencapai 2,5 juta orang, padahal tiap gelombang kuotanya disiapkan 200.000 orang," kata Agung Widyantoro.
Baca juga: Asa dan kritik pengguna untuk Kartu Prakerja
Dengan demikian, menurut politisi Partai Golkar itu, Kartu Prakerja sesuai dengan realitas yang tengah dihadapi rakyat saat ini.
Ia memaparkan Kartu Prakerja pada awalnya diprioritaskan untuk angkatan kerja muda pada perkembangannya sudah melalui modifikasi.
Namun, lanjutnya, pandemi yang tiba-tiba melanda Indonesia membuat prioritasnya beralih baik untuk pekerja maupun UMKM yang terdampak dengan skema pelatihan untuk bekal pascapandemi.
"Di sisi lain, berkaitan dengan skema pelatihan online yang dianggap banyak kalangan tidak efektif, saya menjelaskan bahwa skema itu merupakan modifikasi dari konsep awal supaya tidak menghilangkan esensi pembekalan skill kepada penerima Kartu Prakerja. Pelaksanaan pelatihan secara online ini sementara saja karena memang keadaan darurat COVID-19," ucapnya.
Agung juga mengatakan pemerintah telah banyak pula mengeluarkan upaya skema bantuan langsung, seperti program keluarga jarapan (PKH), program bantuan sembako, subsidi listrik, bansos tunai, dan bansos khusus Jabodetabek.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020