• Beranda
  • Berita
  • Realisasi buyback saham tanpa RUPS capai Rp1,57 triliun

Realisasi buyback saham tanpa RUPS capai Rp1,57 triliun

28 Mei 2020 17:31 WIB
Realisasi buyback saham tanpa RUPS capai Rp1,57 triliun
Layar ponsel menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat dibukanya perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/5/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

Sudah meningkat jumlah yang akan melakukan buyback baik perusahaan maupun nilainya

Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan realisasi pembelian kembali (buyback) saham tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mencapai Rp1,57 triliun per 27 Mei 2020 lalu atau 8,1 persen dari rencana total nilai buybcak saham Rp19,45 triliun.

"Sudah meningkat jumlah yang akan melakukan buyback baik perusahaan maupun nilainya," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna di Jakarta, Kamis.

Total nilai buyback yang telah dilakukan oleh perusahaan BUMN adalah sebesar Rp326 miliar atau 3,2 persen dari total rencana buyback seluruh perusahaan BUMN.

Sedangkan perusahaan non BUMN adalah sebesar Rp1,24 triliun atau 13,4 persen dari total rencana buyback seluruh perusahaan non BUMN.

Total perusahaan tercatat yang berencana melakukan buyback saham sendiri sebesar 68 perusahaan tercatat yang terdiri dari 12 perusahaan BUMN dan 56 perusahaan non BUMN.

Perusahaan BUMN direncanakan akan melakukan buyback senilai Rp10,15 triliun, sedangkan perusahaan non BUMN akan melakukan buyback saham senilai Rp9,3 triliun.

Adapun jumlah perusahaan yang sudah melakukan buyback saham sebanyak 47 perusahaan, terdiri dari tujuh perusahaan BUMN dan 40 perusahaan non BUMN.

Sementara itu, yang belum melaksanakan buyback saham sebanyak 21 perusahaan, terdiri dari lima perusahaan BUMN dan 16 perusahaan non BUMN.

Pada 9 Maret 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan semua emiten atau perusahaan publik melakukan buyback saham tanpa persetujuan RUPS sebagai upaya memberikan stimulus perekonomian dan mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan.

Kebijakan tersebut diambil saat itu karena OJK mencermati kondisi perdagangan saham di bursa yang sejak awal 2020 sampai awal Maret terus mengalami tekanan signifikan yang diindikasikan dari penurunan IHSG sebesar 18,46 persen.

Anjloknya IHSG saat itu terjadi seiring dengan pelambatan dan tekanan perekonomian baik global, regional, maupun nasional, sebagai akibat dari wabah Virus Corona baru atau COVID-19 dan melemahnya harga minyak dunia.

Baca juga: BEI beri kemudahan persyaratan pencatatan efek bersifat utang

Baca juga: Implementasi e-IPO, BEI tunggu persetujuan OJK

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020