• Beranda
  • Berita
  • Presiden minta program penurunan angka "stunting" dilanjutkan

Presiden minta program penurunan angka "stunting" dilanjutkan

29 Mei 2020 17:25 WIB
Presiden minta program penurunan angka "stunting" dilanjutkan
Kader Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) menimbang berat badan balita saat kegiatan Posyandu balita di Solo, Jawa Tengah, Selasa (13/8/2019). Sebagai upaya peningkatan investasi di bidang Sumber Daya Manusia (SDM), pemerintah mengoptimalkan kegiatan Posyandu dalam upaya penurunan jumlah penduduk stunting atau gagal tumbuh, sekaligus mendukung pencapaian pembangunan kesehatan ibu dan anak terutama penurunan angka kematian bayi, anak balita serta angka kelahiran. ANTARA FOTO/Maulana Surya/hp.
Presiden Joko Widodo meminta agar program penurunan angka stunting dan gizi buruk di tengah pandemi COVID-19 diteruskan sebagai salah satu prioritas nasional.

"Di bidang kesehatan, kita memiliki agenda besar, yaitu menurunkan stunting, pemberantasan TBC, malaria, demam berdarah, HIV/AIDS, dan juga berkaitan dengan gerakan hidup sehat yang harus terus kita kerjakan," kata Presiden Joko Widodo Jokowi dalam Rapat Terbatas (melalui video conference) dengan topik Evaluasi Proyek Strategis Nasional untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Dampak COVID-19, Jumat.

Ia menekankan agar jajarannya tidak melupakan ancaman stunting dan gizi buruk di tengah masyarakat, meski kini pemerintah masih fokus menangani pandemi virus corona.

Sebab, penanganan stunting dan penyakit lainnya, seperti TBC, malaria hingga HIV/ AIDS, juga masuk dalam agenda strategis nasional.

Agenda strategis tersebut disampaikan Presiden dan ditekankan agar tetap menjadi prioritas bagi kepentingan nasional dan tidak boleh terhenti saat pandemi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi juga mengingatkan masyarakat untuk kembali produktif pada saat memasuki keadaan normal baru nanti, namun tetap dengan kedisiplinan pencegahan COVID-19.

Anggota Satgas Tumbuh Kembang Anak PB Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika Sp.A. MARS, sebelumnya menilai kebijakan tentang pengurangan program dan layanan kesehatan masyarakat, seperti poliklinik, puskesmas, dan posyandu sangat memprihatinkan.

“Upaya kesehatan masyarakat atau UKM jangan berhenti, karena kita sudah berhadapan dengan gizi buruk. Sudah ada 8 juta anak balita dengan stunting,” ujar Rachmat Sentika.

Baca juga: Kasus stunting Indonesia dikhawatirkan naik akibat pandemi COVID-19

Karena itu, ia menekankan pentingnya pemahaman gizi untuk masyarakat dan pemerintah harus ikut serta mengedukasi masyarakat.

Dokter anak ini juga mengingatkan masyarakat agar jangan sampai memberikan makanan dan minuman yang tidak tepat kepada anak, seperti susu kental manis.

Baca juga: Bulog: Beras fortivit solusi cegah kasus kekerdilan anak

Sebab, produk tersebut tinggi kandungan gula dan hanya sedikit mengandung protein dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan anak.

Bila dikonsumsi sebagai minuman oleh anak, dapat meningkatkan risiko anak terkena penyakit tidak menular, seperti diabetes, obesitas, dan gizi buruk atau stunting, katanya.

Baca juga: KKP: Budi daya ikan bersistem bioflok bisa turunkan "stunting"

Di masa pandemi seperti saat ini, kata dia, konsumsi gula yang berlebihan juga berisiko pada imunitas anak.

“Misalnya susu kental manis karbohidratnya lebih dari 46 persen, dan susu kental manis ini sudah dilarang, tidak boleh untuk anak anak di bawah 18 tahun. Bayangkan kalau dikasih susu kental manis, anak balita nanti semua jadi gemuk badannya, badannya gemuk, tapi pertumbuhan otaknya tidak optimal,” katanya.

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020