Dari 33 jenis tersebut, 17 di antaranya merupakan tipe hewan yang biasa dikembangbiakkan secara tradisional di China, seperti babi, sapi, domba, ayam, dan bebek. Adapun16 jenis lainnya merupakan binatang khusus seperti rusa, kalkun, dan burung unta.
Penentuan daftar itu merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menegakkan larangan perdagangan dan konsumsi ilegal hewan liar, menirut komentar media resmi setempat.
Semua jenis hewan itu berkembang biak di China dalam waktu relatif lama dan butuh diselamatkan.
Daftar itu merupakan pelaksanaan keputusan pimpinan legislatif pada Februari lalu, di tengah wabah COVID-19, yang melarang perdagangan dan konsumsi ilegal hewan liar demi menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat, demikian dinyatakan MARA.
Baca juga: WHO nyatakan pasar di Wuhan berperan dalam penyebaran virus corona
Keputusan itu, yang dibuat Komisi Tetap Kongres Rakyat Nasional (NPC) sebagai satu-satunya lembaga legislatif di China, menegaskan bahwa semua satwa liar masuk dalam daftar perlindungan sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Perlindungan Satwa Liar dan peraturan lainnya, yang mencakup larangan pengembangbiakan dan pembudidayaan untuk tujuan konsumsi.
Akan tetapi, hewan-hewan yang tumbuh secara tradisional dan memberikan nilai tambah untuk membantu program pengentasan kemiskinan dikecualikan dari daftar larangan. Terkait kepentingan itu, pihak terkait di pemerintahan pusat diwajibkan menyusun dan memublikasikan daftar jenis-jenis binatang yang dianggap membantu pengentasan kemiskinan.
Menurut MARA, daftar 33 binatang dalam katalog yang dirilis Jumat itu menjadi sumber konsumsi utama di China dan pengembangbiakannya telah menjadi pilar industri di wilayah perdesaan.
Baca juga: Australia minta G20 akhiri pasar basah hewan liar terkait corona
MARA menyatakan bahwa katalog tersebut akan terus diperbarui pada masa-masa mendatang.
Seiring dengan keluarnya katalog tersebut, MARA akan memublikasikan sertifikat 33 spesies.
Kementerian itu secara intensif juga akan melakukan penegakan hukum demi mencegah dan mengendalikan penyakit menular pada binatang.
Terkait dengan meluasnya polemik anjing tidak masuk dalam daftar terlarang, MARA menyatakan bahwa hal itu sesuai aspirasi publik.
Pihaknya menyatakan bahwa anjing sangat dekat dengan manusia untuk berbagai tujuan, seperti piaraan atau penjaga rumah, dan secara internasional bukan termasuk binatang ternak.
"Terkait anjing, beberapa departemen dan pemerintah daerah punya banyak pengalaman dan telah mengeluarkan peraturan mengenai pemeliharaan, registrasi, dan kewajiban imunisasi anjing," bunyi pernyataan MARA seperti dikutip China Daily.
Baca juga: Daging Anjing Akan Hilang dari Daftar Menu di China
Yang Hongjie dari Kementerian Nasional Pelayanan Peternakan China mengatakan bahwa katalog baru secara khusus mencakup hewan ternak dan unggas yang diproduksi secara massal, seperti babi, sehingga anjing tidak termasuk.
Menurut dia, pengecualian anjing dari daftar sama sekali tidak terkait dengan polemik bahwa anjing itu bisa diambil manfaatnya dari dagingnya atau tidak.
"Pengaturan soal anjing itu menjadi tugas bersama beberapa pihak terkait, seperti pihak keamanan publik dan otoritas kesejahteraan masyarakat. Jadi bukan otoritas pertanian semata," ujarnya.
MARA juga akan berkoordinasi dengan departemen terkait untuk membantu para peternak, termasuk dengan memberikan kompensasi dan mencarikan usaha lain.
Kasus COVID-19 pertama kali ditemukan dari warga di sekitar pasar tradisional di Distrik Huanan, Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, yang menjual berbagai jenis binatang, sebelum menjadi pandemi.
Di Yulin, Daerah Otonomi Guangxi, sebelumnya terdapat festival tahunan pesta makan daging anjing.
Baca juga: WHO ingatkan pasar basah harus higienis dan tidak jual satwa liar
Pasar China Alami Tahun Sulit
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020