Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono meminta protokol “new normal” (normal baru) dibahas oleh semua pihak dan keterlibatan pihak terkait jangan hanya formalitas saja.
“Protokol ‘new normal’ sangat penting, tapi menyusunnya harus bersama-sama dengan dunia usaha dan masyarakat,” kata Iwantono di Jakarta, Sabtu.
Iwantono mengatakan, sekarang itu banyak sekali lembaga atau kementerian yang sedang menyusun protokol normal baru. Hal ini bisa membuat masyarakat menjadi bingung untuk mengikutinya.
Baca juga: Asita: Normal baru buat wisatawan peduli asuransi perjalanan
Selain itu, katanya, jika hanya lembaga dan kementerian yang menyusun protokol maka bisa terjadi kesulitan di lapangan karena yang akan menjalankan adalah masyarakat dan pelaku usaha.
Ia mengakui bahwa asosiasi suka diundang dalam rapat, tapi sering terkesan formalitas.
Mengenai kemungkinan sanksi hukum dalam penerapan normal baru, Iwantono ingin mengetahui dimensi dan cakupan soal sanksi hukum tersebut yang menjadi pegangan pihak terkait.
Jangan sampai praktik di lapangan dan aturan berbeda. Ia mengharapkan situasi ini jangan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Baca juga: Jusuf Kalla perkirakan normal baru berlangsung tiga tahun
“Intinya adalah bahwa ketentuan-ketentuan yang akan dijalankan di lapangan marilah kita diskusikan secara bersama secara transparan, agar pelaksanaannya di lapangan bisa jalan,” katanya.
Ia mengatakan, jika ada aturan yang tidak bisa dilakukan pelaku usaha maka pengusaha bisa tidak menerapkannya.
Misalnya soal kewajiban melakukan "rapid test" (tes cepat) bagi seluruh karyawan. “Pertanyaannya apa sanggup pelaku usaha melakukan itu, terutama usaha kecil mikro karena biaya tidak kecil untuk mereka,” katanya.
Demikian juga hotel-hotel kecil, restoran kecil dan yang sejenisnya. “Kalau pabrik-pabrik besar mungkin sanggup mungkin juga tidak. Apa bisa yang seperti ini didukung oleh pemerintah,” katanya.
Kemudian juga kemungkinan menyediakan pengawas bagi pelaksanaan protokol COVID-19. Iwantono mengatakan, UMK agak sulit untuk bisa bayar untuk tenaga yang demikian ini. “Ini kan perlu didiskusikan dan dicarikan jalan keluar,” katanya.
Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020