"Keputusan politik negara yang dimaksud dalam UU TNI adalah keputusan presiden dengan konsultasi DPR," kata Iman, di Jakarta, Senin, menanggapi rancangan Peraturan Presiden (Perpres) TNI dalam menangani terorisme.
Baca juga: Akademisi: Draf Perpres TNI atasi aksi terorisme mestinya diperbaiki
Sementara di dalam Perpres itu, lanjut dia, pengerahan militer dalam penindakan cukup hanya dengan perintah presiden.
"Jadi, perintah itu bisa tertulis dan bisa tidak dan tanpa ada konsultasi DPR sebagai bentuk 'check and balances'. Karenanya Perpres bertentangan dengan UU TNI," tutur Iman dalam keterangannya.
Menurut dia, tanpa adanya keputusan politik dengan berkonsultasi dengan DPR, maka dikhawatirkan pengaturan kewenangan TNI yang terlalu berlebihan akan mengganggu mekanisme "criminal justice system", mengancam HAM dan kehidupan demokrasi.
Iman pun meminta pemerintah memberikan perhatian serius agar persoalan dari Perpres itu seperti mekanisme akuntabilitas untuk tunduk dalam sistem peradilan umum serta penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN yang dapat digunakan oleh TNI dalam penanganan terorisme.
Iman yang juga menandatangani petisi bersama tokoh dan masyarakat sipil mendesak parlemen untuk meminta pemerintah memperbaiki draft peraturan presiden karena secara substansi memiliki banyak permasalahan.
Dia menambahkan, pemerintah seharusnya tetap fokus dalam penanganan pandemi COVID-19 di Tanah Air yang jumlahnya terus merangkak naik hingga saat ini.
"Ini ada kesan pemerintah memanfaatkan situasi pandemi COVID-19 dengan menyerahkan rancangan Perpres tersebut kepada DPR pada awal Mei 2020," kata Iman.
Baca juga: Akademisi: Penanganan terorisme harus menjaga keseimbangan imperatif
Baca juga: Komnas HAM tanggapi Rancangan Perpres TNI atasi terorisme
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020