Rakyat terutama generasi muda harus terus mengingat bahwa Pancasila terdiri atas Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan Kesejahteraan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Akan tetapi pertanyaannya adalah sudahkan rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) taat azas atau konsisten menerapkan kelima sila itu dalam kehidupan sehari- harinya? Kalau mau berbicara secara jujur, maka harus diakui bahwa masih amat sering terjadi sila- sila itu belum dilaksanakan secara baik dan konsisten.
Dari pelaksanaan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa saja, masih sering ditemukan fakta telah terjadinya “gesekan” antarumat yakni penganut sallah satu agama dan juga umat dari dua agama.
Pada bulan puasa yang baru saja berakhir,misalnya di beberapa daerah muncul fakta ada sekelompok muslim yang berunjuk rasa karena “dilarang” shalat Jumat, terutama karena sedang diterapkannya pembatasan sosial berskala besar alias PSBB.
Pemerintah minta tidak ada kumpulan lebih dari lima orang di satu tempat. Kemudian baru- baru ini di Provinsi Papua, telah terjadi bentrokan antara prajurit TNI dengan
personel Polri yang akibatnya tiga polisi telah tewas serta dua luka- luka. Sekalipun prajurit Polri dan TNI telah dididik secara ketat dan keras, sudahkan bentrokan itu mencerminkan terlaksananya sila Persatuan Indonesia?
Mantan sekretaris jenderal Departemen Kehutanan—sekarang Kemenhut—Suripto dalam bukunya berjudul” Gagasan dan Pemikiran Suripto, Intel Tiga Zaman” yang terbit pada tahun 2018 antara lain menulis “itulah perlunya harus ada yang mengingatkan agar demokrasi di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan berdasarkan Pancasila, dan UUD 1945” ( halaman 84).
Sementara itu, Suripto yang juga dikenal sebagai salah satu pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ketika menyinggung masalah sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia pada halaman 108 menyebutkan”Mencapai ketahanan pangan berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Suripto saja yang merupakan salah satu mantan pejabat tinggi pemerintahan dan sekaligus tokoh senior sebuah partai politik amat menyadari betapa pentingnya melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari- hari berbangsa dan bernegara.
Belum lagi jika berbicara tentang tindak pidana korupsi yang pasti bertentangan dengan semua sila pada ideologi Pancasila itu, seperti yang dilakukan mantan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan mantan gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, maka rakyat dapat menyimpulkan ada “oknum- oknum” pejabat yang masih sangat tega “memakan” uang rakyat dan negara.
BPIP tak indoktrinasi
Presiden Joko Widodo yang sedang memerintah untuk periode keduanya mulai Oktober 2019 hingga bulan yang sama 2024 telah membentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Tugas utamanya adalah terus memasyarakatkan ideologi bangsa dan negara ini dengan cara- cara wajar dan bukannya indoktrinasi , sehingga semua pemikiran hingga bertindak masyarakat dan pemerintah tetap sesuai dengan Pancasila. Pada masa orde baru, ada lembaga yang bernama Badan Pembinaan dan Pendidikan Pedoman dan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7).
Akan tetapi kemudian BP7 dituduh hanya melakukan pemaksaan terhadap masyarakat bagi terlaksananya ideologi ini berdasarkan versi pemerintahan saat itu. Karena itu, kemudian Presiden Jokowi mendirikan BPIP dengan target tugas utamanya adalah mendidik rakyat untuk melaksanakan dan menerapkan secara konsekuen. Tugas ini tentu amat berat bagi BPIP, tapi biar bagaimanapun juga ideologi ini harus dipahami, dimengerti dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini kurang lebih 272 juta jiwa yang tersebar di kurang lebih 17.000 pulau yang berada di 34 provivinsi dan 514 kabupaten serta kota. Tugas utama BPIP terutama adalah terus- menerus memasyarakatkan ideologi Pancasila ini hingga ke seluruh daerah di Tanah Air dan menjangkau unit- unit terkecil masyarakat seperti RT dan RW hingga organisasi kemasyarakatan alias ormas.
Harus diakui bahwa Pancasila sampai sekarang cuma banyak disebut- sebut pada acara- acara resmi seperti peringatan lahirnya ideologi ini pada 1 Juni ataupun diskusi bertema politik.
Akan tetapi seringkalikah kita bicara Pancasila dalam tatanan kehidupan sehari- hari misalnya bagaimanakah seorang guru bisa mengajarkan murid- muridnya dalam kehidupan berkelompok di sekolahnya masing- masing?
Kemudian misalnya dalam kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) yang semula dijadwalkan berlangsung 23 September 2020 namun nampaknya harus ditunda akibat virus korona sehingga belum jelas kepastiannya apakah sudah jelas bagaimana kampanye yang tidak kasar alias “kampungan” tapi tetap semarak ?
Jadi, masyarakat harus tetap disadarkan bahwa ideologi Pancasila harus tetap dipahami, hingga dilaksanakan dalam kehidupan sehari- hari. Boleh saja dua orang atau lebih berbeda pendapat ataupun tak sama aliran politiknya, partai politiknya. Akan tetapi biar bagaimanapun juga Pancasila harus tetap menjadi ideologi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan siapa pun juga presidennya. Jayalah Pancasila-ku.
* Arnaz Firman, wartawan Antara tahun 1982-2018. Meliput acara presiden tahun 1987-2009
Pewarta: Arnaz Firman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020