Negara berpenduduk 5,7 juta orang itu memiliki lebih dari 35.000 kasus COVID-19, salah satu jumlah kasus terbesar di Asia.
Sebagian besar kasus COVID-19 di Singapura disebabkan oleh penularan yang terjadi di asrama-asrama yang sempit dengan tempat tidur susun yang menampung lebih dari 300.000 orang, yang sebagian besar adalah pekerja migran dari Asia Selatan.
Singapura akan menciptakan ruang tambahan melalui struktur sementara yang dapat disatukan dengan cepat dalam bentuk modular.
Ruang tambahan itu juga sementara akan memanfaatkan properti negara yang tidak digunakan, seperti bekas sekolah dan pabrik kosong, kata kementerian tenaga kerja dan pembangunan nasional Singapura, Senin (1/6).
Pemerintah mengatakan asrama adalah pendekatan praktis untuk menampung para pekerja migran di Singapura -- negara yang kekurangan lahan, tetapi pemerintah berupaya meningkatkan beberapa standar akomodasi.
Pemerintah Singapura sedang menguji standar baru, termasuk peningkatan ruang untuk tinggal setiap penghuni, mengurangi jumlah tempat tidur di setiap kamar dan mengurangi jumlah orang yang harus berbagi toilet dan kamar mandi.
Dalam jangka panjang, pemerintah berencana membangun asrama permanen baru untuk menampung hingga 100.000 pekerja. Pembangunan akan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk penyelesaian. Sekitar 11 asrama akan siap dalam satu atau dua tahun ke depan.
Pemerintah juga mempelajari kemungkinan membangun dan menyewakan asrama-asrama tersebut. Saat ini, operator komersial membangun dan mengoperasikannya.
Sekitar 40.000 buruh migran, yang sebagian besar telah dipindahkan dari asrama ke akomodasi alternatif, telah dinyatakan sehat untuk lanjut bekerja. Sekitar setengah dari seluruh buruh migran itu telah terinfeksi dan pulih dari penyakit.
Sumber: Reuters
Baca juga: Tinggal 3 WNI yang dirawat di Singapura karena COVID-19
Baca juga: Warga Singapura masak biryani saat Idul Fitri untuk migran karantina
Baca juga: Singapura izinkan pelancong transit di Bandara Changi mulai 2 Juni
Batam-Singapura sinergi perangi COVID-19
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020