"Jika pelaksanaan new normal life (hidup normal baru) ini tidak sesuai dengan protokol, maka kita harus bersiap untuk gelombang kedua COVID-19, teruatama ketika masyarakat abai terhadap protokol tersebut," kata Baequni kepada ANTARA, Jakarta, Selasa.
Baequni menuturkan untuk mempersiapkan normal baru, semua sarana prasarana harus mendukung.
Dia menuturkan perlu ada penilaian awal untuk menjawab kesiapan semua untuk menjalankan aturan yang dikeluarkan untuk hidup normal baru.
"Jangan sampai protokol yang ada hanya sekedar protokol, tapi pelaksanaannya ternyata banyak hambatan," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat belum terbiasa dengan protokol normal baru sehingga tantangannya adalah menjadikan protokol kesehatan untuk pencegahan COVID-19 sebagai bagian dari budaya.
Baca juga: MPR: pemerintah harus pastikan masyarakat paham penerapan normal baru
"Jangan sampai protokol new normal life hanya sebatas jargon karena bagaimanapun kita harus kembali garisbawahi bahwa selama belum ada vaksin dan obatnya, satu-satunya cara memutus rantai penularan adalah pencegahan," tuturnya.
Baca juga: Protokol normal baru di desa akan disesuaikan dengan kearifan lokal
Baequni menuturkan jika normal baru dilaksanakan secara benar, maka akan berdampak positif bagi kesehatan, tidak hanya penanggulangan COVID-19, tapi mungkin juga penyakit menular lainnya.
Baca juga: DPD nilai Banyuwangi siap masuki normal baru
Selain itu, Baequni juga mengatakan normal baru adalah perjuangan kultural yang menjadikan masyarakat sebagai "subyek" dengan memfasilitasi masyarakat melalui edukasi agar masyarakat bisa mandiri, bukan hanya pendekatan struktural yang selama ini sudah dilakukan, yaitu menjadikan masyarakat hanya sebagai "objek" kebijakan.
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020