"Semua sudah dibayarkan BPJS, saya nggak mengeluarkan uang sedikit pun. Tidak ada, untuk administrasi atau yang lainnya juga tidak ada," kata Muchlasin saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Muchlasin mengaku dirinya merasa sangat terbantu dengan adanya program JKN-KIS karena bisa mendapatkan terapi pengobatan cuci darah gratis dua kali dalam seminggu. "Kalau nggak pakai BPJS sudah jual harta benda mungkin," kata dia.
Baca juga: Ketika manfaat gotong royong dirasakan peserta BPJS Kesehatan
Baca juga: BPJS Kesehatan bangun sinergi berskala global dalam layanan kesehatan
Muchlasin yang berprofesi sebagai guru di sekolah swasta tersebut terdaftar sebagai segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Dia menjelaskan telah memanfaatkan program JKN-KIS sejak 2015 di saat pertama kalinya Muchlasin jatuh sakit hingga akhirnya divonis menderita gagal ginjal.
Sejak pertama kali masuk rumah sakit, Muchlasin dirawat hingga dua pekan lamanya dikarenakan memiliki gangguan kesehatan pada ginjalnya. Dia menyesali pola hidupnya yang kurang sehat saat masih muda dengan sering meminum minuman berenergi setiap hari.
Muchlasin yang kini berusia 56 tahun masih terus menjalani terapi cuci darah tiap dua pekan sekali, atau delapan kali dalam sebulan. Biaya terapi cuci darah atau hemodialisa sekitar Rp800 ribu hingga Rp1 juta dalam satu kali layanan.
Jika dalam sebulan Muchlasin melakukan cuci darah sebanyak delapan kali, selama lima tahun ini dirinya bisa mengeluarkan uang sebesar Rp384 juta hingga Rp480 juta untuk layanan cuci darah jika tidak menggunakan BPJS Kesehatan.*
Baca juga: Program JKN-KIS diperkenalkan BPJS pada pertemuan internasional
Baca juga: BPJS ajak milenial ciptakan produk digital permudah layanan kesehatan
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020