"Kami para ulama yang tergabung dalam Ormas Islam di OKU meliputi GNPF Ulama, PA 212, FUI, Bang Japar dan Mujahidah menolak keras kehadiran TKA asal China di Bumi Sebimbing Sekundang ini," kata Ketua GNPF Ulama Ogan Komering Ulu (OKU), Alikhan Ibrahim di Baturaja, Rabu.
Dia menegaskan menolak dan menentang kebangkitan kembali PKI di Indonesia termasuk kehadiran tenaga kerja asing dari negeri China yang berada di wilayah OKU.
"Seperti yang ada di Perusahaan Tambang Batubara, PLTU, PT Semen Baturaja dan sebagainya," katanya.
Baca juga: Ketua MPR: Kaji ulang datangkan 500 TKA asal China
Baca juga: Imigrasi Palembang kembali layani pemulangan TKA China
Menurut dia, para TKA asal China tersebut berpaham komunisme dan disinyalir sebagai anggota Tentara Merah atau Tentara Pembebasan Rakyat China untuk menjajah Indonesia.
Sementara itu, menurut Komandan Ormas Bang Japar OKU, Rahmatullah menambahkan bahwa bangsa Indonesia harus belajar dari pengalaman negeri Tibet yang berhasil diinvasi dan dikuasai RRC di tahun 50-an.
"Pada waktu itu para pekerja asal China yang mengerjakan proyek infrastruktur utama di Tibet merupakan Tentara Merah yang menyamar guna menyerang negeri tersebut dari dalam," ungkapnya.
Oleh sebab itu, kata dia, para ulama menolak kehadiran TKA asal China di Kabupaten OKU karena dinilai lebih banyak mendatangkan permasalahan dari pada manfaat.
Dia menegaskan, jika TKA asal China dibiarkan berdatangan ke OKU seperti yang terjadi dalam pengerjaan proyek Pabrik Dua PT Semen Baturaja tahun lalu, maka persoalan baru yang akan banyak bermunculan.
"Otomatis gesekan dengan pekerja lokal akan terjadi seperti yang terjadi di Sulawesi. Lagi pula masih banyak tenaga kerja kita yang membutuhkan pekerjaan apalagi di tengah krisis total ekonomi akibat musibah wabah COVID-19 seperti sekarang ini," ujarnya.*
Baca juga: Luhut: Tenaga kerja tantangan Indonesia lakukan hilirisasi minerba
Baca juga: Kemenko Maritim katakan TKA China untuk percepat pembangunan smelter
Pewarta: Edo Purmana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020