"Presiden meminta agar ada peningkatan target, yaitu menjadi 20 ribu per hari, bahkan dengan peralatan yang sekarang jumlahnya 120 unit di seluruh Indonesia, mestinya bisa mencapai 30 ribu (tes), tapi nanti kami dan Ketua Gugus Tugas serta Kemenkes akan mempercepat 20 ribu dan bergerak untuk mencapai 30 ribu seperti hitungan Presiden," kata Muhadjir di kantornya di Jakarta, Kamis.
Muhadjir menyampaikan hal tersebut seusai mengikut rapat terbatas (ratas) dengan tema "Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19" melalui "video conference" yang dipimpin Presiden Jokowi.
Baca juga: Menko PMK: Prediksi kasus COVID-19 naik ekstrem tidak terbukti
Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan untuk mendukungnya diperlukan 'tracing' masif dengan mengerahkan sukarelawan, terutama mahasiswa S2 dari jurusan Biologi
Menurut Muhadjir, Presiden Jokowi setuju untuk melakukan rekrutmen sukarelawan besar-besaran agar ada kerja "shift" bergantian dengan pemberian pelatihan sebelumnya.
"Targetnya yang paling maksimal atau yang betul-betul bisa memenuhi standar WHO ya 30 ribu, karena perhitungan rasio jumlah penduduk dan yang dites itu sekitar 30 ribu," ungkap Muhadjir.
Sukarelawan tersebut rencananya terdiri dari mahasiswa semester akhir jurusan Kebidanan, Keperawatan, Kesehatan Masyarakat untuk melakukan pelacakan. Sedangkan untuk melakukan tes masif relawan berasal dari mahasiswa S2 jurusan mikrobiologi maupun Kesehatan Masyarakat.
"Kita berharap mesin-mesin PCR yang ada bisa kita optimalkan jam kerjanya dan mesin itu membutuhkan tenaga (manusia) yang dapat digilir, sehingga meski tidak 24 jam, ya 22 jam lah alat-alat itu bisa bekerja optimal dan kemungkinan kesalahan akibat 'overload' beban kerjanya bisa dikurangi," tambah Muhadjir.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dalam konferensi pers mengatakan ada 148 laboratorium yang dapat menguji spesimen COVID-19.
"Akan dilakukan penyederhanaan merek mesin PCR. Selama ini sebagian masih menggunakan mesin lama, secara bertahap akan ada peremajaan. Diharapkan mesin-mesin yang akan kita siapkan ini memiliki kualitas yang lebih baik, bisa lebih cepat dan lebih banyak dalam melakukan pemeriksaan, karena beberapa mesin ini memiliki waktu yang cukup lama, bahkan beberapa daerah harus mengantre lebih dari 2-3 hari," katanya.
Selain peremajaan mesin dan penambahan sumber daya manusia, swasta juga masih diajak untuk terus terlibat dalam pelaksanaan tes PCR.
"Pelibatan swasta ini nantinya bisa menambah kapasitas pemeriksaan, yang penting semua terintegrasi melalui Dinas Kesehatan provinsi, masalah keamanan menjadi atensi karena risiko yang dihadapi oleh para pekerja laboratorium ini tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi para dokter dan perawat," tegas Doni.
Terkait ketersediaan "reagen" untuk PCR, menurut Doni, tahap pertama masih tersedia sekitar 1,1 juta reagen, termasuk ketersediaan viral transport medium (VTM) dan ekstraksi RNA.
Reagen adalah zat atau senyawa yang digunakan ke sistem saat pengetesan yang menyebabkan reaksi kimia untuk melihat apakah terjadi reaksi. Komponen lain yang dibutuhkan adalah VTM atau media pembawa virus dan ekstrak RNA atau pemurnian asam nukleat rantai tunggal yang merupakan hasil translasi dari DNA.
"Mungkin dalam beberapa minggu ke depan stoknya sudah mulai berkurang, tetapi tetap ada kerja sama dengan beberapa negara. Sewaktu-waktu kita membutuhkan 'reagen', maka stok yang ada ini bisa kita datangkan, demikian juga beberapa swasta sudah berusaha untuk mendapatkan reagen, sehingga bisa melakukan kombinasi," ungkap Doni.
Sebaran tes PCR nanti akan ditambah tergantung dari tingkat kasus terkonfirmasi positif yang dilaporkan.
"Sekarang kita memperbanyak mobile laboratorium BSL (bio savety level) 2, artinya ketika nanti suatu daerah mengalami penurunan, kendaraan itu bisa kita geser, bisa kita pindahkan ke kabupaten atau provinsi lain yang membutuhkan, sehingga akan lebih efisien," ucapnya.
Tim gabungan dari Kementerian Kesehatan dan gugus tugas masih merancang kira-kira seberapa besar anggaran yang dibutuhkan untuk menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan pemeriksaan.
Pengujian spesimen COVID-19 di Indonesia hingga 3 Juni 2020 sudah mencapai 246.433 spesimen dengan kasus negatif 218.200, sehingga didapat kasus positif 28.233.
Menurut situs worldmeters.info, dengan jumlah pengujian tersebut, artinya ada 1.297 pengujian dibanding 1 juta penduduk atau masih lebih rendah dibanding pengujian Kamboja (1.308: 1 juta penduduk), Vietnam (2.828: 1 juta penduduk), Filipina (3.456: 1 juta penduduk), Thailand (6.206: 1 juta penduduk), Malaysia (17.342: 1 juta penduduk), Singapura (69.865: 1 juta penduduk).
Hingga Rabu (3/6) jumlah terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia mencapai 28.233 orang dengan 8.406 orang dinyatakan sembuh dan 1.698 orang meninggal dunia. Pasien dalam pengawasan (PDP) mencapai 13.285 orang dan orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 48.153 orang dengan total spesimen yang diuji 264.098
Kasus positif COVID-19 ini sudah menyebar di 34 provinsi di Indonesia dengan daerah terbanyak positif, yaitu DKI Jakarta (7.623), Jawa Timur (5.318), Jawa Barat (2.319), Sulawesi Selatan (1.688), Jawa Tengah (1.455), Kalimantan Selatan (1.033), Sumatera Selatan (1.029), Banten (954), Papua (858), Nusa Tenggara Barat (685), Sumatera Barat (583), Bali (490), Kalimantan Tengah (456), Sumatera Utara (444).
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020