Kedua hal tersebut dibahas dalam rapat pimpinan Kementerian ATR yang dipimpin langsung Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil bersama Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra, serta jajaran Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Kementerian ATR/BPN.
Dalam rapat tersebut, Dirjen Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah R.B. Agus Widjayanto menyampaikan bahwa dalam rangka penanganan penyelesaian permasalahan pertanahan yang lebih baik, dibutuhkan penyempurnaan dari Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Baca juga: Realokasi anggaran COVID-19, Kementerian ATR pangkas biaya Rp2 triliun
"Setelah ditinjau kembali, terdapat beberapa hal yang masih harus disempurnakan. Tentunya harus bermanfaat bagi masyarakat serta untuk jajaran Kementerian ATR/BPN," kata Agus dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Agus menjelaskan bahwa penyempurnaan regulasi terkait penyelesaian kasus pertanahan harus mencakup beberapa prinsip dasar pengaturan penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan.
Menurut dia, setiap penanganan sengketa, konflik dan perkara harus dilakukan melalui tahapan penanganan yang jelas untuk sampai pada pengambilan keputusan penyelesaian kasus sehingga tahapan waktu dapat terukur.
Kemudian, penyelesaian kasus harus didasarkan pada fakta-fakta hukum yang sah dan dasar hukum yang kuat/mengikat, serta hak pengadu maupun hak pihak yang diadukan dilindungi sepanjang hak-hak tersebut dapat dibuktikan secara yuridis, fisik dan administratif yang sah.
Agus menilai penanganan dan penyelesaian sengketa/konflik dan perkara pertanahan untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, perlu menempatkan Kementerian ATR/BPN sebagai bagian atau sub dari sistem penegakan hukum.
Baca juga: Stimulus BPN, HGU-HGB yang habis bisa diperpanjang sampai akhir tahun
"Setiap langkah penanganan dan penyelesaian sengketa/konflik dan perkara harus memperoleh payung regulasi yang efektif," kata Agus.
Ada pun penyempurnaan regulasi terkait penyelesaian kasus pertanahan terangkum dalam sepuluh ruang lingkup, yakni penerimaan dan distribusi pengaduan, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik, penanganan perkara dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Kemudian, pembatalan produk hukum Kementerian, mediasi, tim penanganan dan penyelesaian kasus, informasi perkembangan penanganan dan penyelesaian kasus, monitoring, evaluasi dan pelaporan, sanksi administrasi dan perlindungan hukum.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan Djalil menyoroti ruang lingkup mediasi yang dirasa sangat bagus dan memberi manfaat bagi masyarakat maupun jajaran Kementerian ATR/BPN.
"Mediasi bagus sekali tapi harus ada mekanisme transparan dan prosedur yang jelas. Karena kalau tidak, banyak juga orang melakukan mediasi tapi tidak mengacu pada prosedur dan transparansi," kata Sofyan Djalil.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian Dalu Agung Darmawan menyampaikan bahwa perlu dilakukan perubahan sistem kerja pegawai agar dapat beradaptasi terhadap perubahan tatanan normal baru produktif dan aman dari COVID-19.
Hal itu terkait dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Dalam Tatanan Normal Baru.
"Untuk itu, kita perlu mengatur prosedur protokol kesehatan dalam pelaksanaan tugas kedinasan pada situasi pandemi dan dalam rangka tatanan normal baru di lingkungan Kementerian ATR/BPN," kata Dalu Agung.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020