• Beranda
  • Berita
  • Penyidik ungkap rekayasa penilaian aset sawit milik Nurhadi

Penyidik ungkap rekayasa penilaian aset sawit milik Nurhadi

5 Juni 2020 09:59 WIB
Penyidik ungkap rekayasa penilaian aset sawit milik Nurhadi
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, salah satu tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung pada tahun 2011-2016. (KPK.)

... menemukan indikasi kuat ada penggunaan nama-nama di luar Nurhadi yang tercatat mengatasnamakan aset hasil tindak pidana dimaksud...

Penyidik KPK mengungkap dugaan rekayasa penilaian aset kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara, milik Nurhadi, tersangka yang juga mantan sekretaris Mahkamah Agung.

Hal tersebut diketahui terkait pemeriksaan dua saksi oleh KPK pada Kamis (4/6), yakni pegawai pada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), Hari Utomo dan Rekan, Panji Putro Setiawan, dan Agung Mulyono.

Keduanya diperiksa untuk tersangka Nurhadi dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016.

"Penyidik mengungkap melalui keterangan kedua saksi tersebut mengenai adanya dugaan rekayasa penilaian aset sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara  milik tersangka NHD yang seolah-olah dijual sebagai pengembalian uang tersangka HS (Hiendra Soenjoto)," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, melalui keterangannya di Jakarta, Kamis (4/6) malam.

Sebelumnya, Lokataru Kantor Hukum dan HAM mendesak KPK segera menyita aset-aset miliaran rupiah milik Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, yakni tujuh aset tanah dan bangunan dengan nilai ratusan miliar rupiah, empat lahan usaha kelapa sawit.

Selanjutnya, delapan badan hukum dalam berbagai jenis baik PT hingga UD, 12 mobil mewah dengan harga puluhan miliar rupiah, dan 12 jam tangan mewah dengan nilai puluhan miliar rupiah.

"Tak hanya itu, diduga masih ada aset lain yang kemungkinan besar belum terjangkau. Kami menemukan indikasi kuat ada penggunaan nama-nama di luar Nurhadi yang tercatat mengatasnamakan aset hasil tindak pidana dimaksud," ucap pendiri Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azhar, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (4/6).

Nurhadi dan Herbiyono bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto,  telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016 pada 16 Desember 2019. Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status DPO sejak Februari 2020.

Untuk tersangka Nurhadi dan Herbiyono telah ditangkap tim KPK di Jakarta, Senin (1/6). Sementara Soenjoto masih menjadi buronan.

Nurhadi dan Herbiyono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Soenjoto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020