Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah mencanangkan Juni ini sebagai masa transisi dari kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau dimulainya aktivitas sosial dan ekonomi di masyarakat.Hanya berfokus pada COVID-19 justru membuat orang jadi tidak awas terhadap penyakit metabolik
Persoalan yang paling mendasar di masa transisi ini Pemprov DKI masih memiliki "rem" untuk kembali menerapkan PSBB apabila terjadi lonjakan angka penularan Corona Virus Desease 2019 (COVID-19).
Agaknya, hal itu tidak diinginkan bagi warga yang selama ini beraktivitas di Ibu Kota.
Dengan demikian, warga dituntut bijak selama masa transisi ini untuk mematuhi seluruh protokol kesehatan. Warga juga dituntut agar selalu sehat di masa transisi agar tidak tertular penyakit.
Di atas kertas, sudah banyak penelitian yang memperkirakan kapan pandemi COVID-19 di Indonesia akan berakhir. Pemberlakuan PSBB juga telah diperlonggar.
Secara bertahap, dimulai fase pertama pada 1 Juni lalu, telah dibuka kembali operasional industri dan jasa bisnis, pembukaan pusat perbelanjaan, sekolah, dan pada awal Agustus diharapkan seluruh kegiatan ekonomi sudah dapat beroperasi kembali.
Baca juga: 8 makanan untuk tingkatkan imun para lansia
Presiden Joko Widodo meminta seluruh masyarakat untuk tetap disiplin mematuhi protokol kesehatan. Sampai ditemukan vaksin yang efektif, masyarakat harus hidup berdamai dengan COVID-19 untuk beberapa waktu ke depan.
Walaupun potensi munculnya gelombang kedua pandemi COVID-19 sangat tinggi. Kasus baru di Wuhan setelah sebulan tidak ada kasus (zero case), menjadi alarm bagi masyarakat dan pemerintah untuk tetap waspada.
Masih panjang
Para ahli menyebut penemuan vaksin COVID-19 masih panjang sehingga masyarakat dituntut untuk tetap mematuhi protokol yang digariskan pemerintah dalam beraktivitas di luar rumah. Ikuti prosedur jaga jarak dan menggunakan masker di tengah keramaian.
Dr. dr. Erlina Burhan, SpP, Dokter Spesialis Paru RSUP Persahabatan, menegaskan, bila PSBB tidak dapat dijalankan dengan disiplin dan masyarakat lengah menjalankan protokol kesehatan, diperkirakan terjadi gelombang kedua pandemi COVID-19 di Indonesia setelah Juni 2020.
Selain gelombang kedua COVID-19, pada saat yang bersamaan juga muncul potensi kesehatan metabolik yang meningkat.
Dr. Roy Panusunan Sibarani Sp.PD-KEMD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam-Konsultan Endokrin Metabolik, Ketua Komite Medis/ Tim COVID-19 RS Murni Teguh Sudirman Jakarta mengatakan, pada saat terjadi pandemi, terjadi juga perubahan pola hidup, baik secara fisik, psikis, atau kehidupan sosial selama bekerja dari rumah (Work From Home/WFH).
Semua hal itu sudah pasti akan berpengaruh terhadap kesehatan dan yang paling menonjol terhadap kesehatan metabolik.
Ia memberikan contoh di Eropa, pada era COVID-19 sekarang ini, semua orang terlalu fokus pada wabah ini. Artinya, penyakit-penyakit seperti serangan jantung, gula tinggi, hipertensi jadi seperti terlupakan.
Hanya berfokus pada COVID-19 justru membuat orang jadi tidak awas terhadap penyakit metabolik. Padahal, penyakit metabolik itu adalah penyakit degeneratif. Artinya, makin tua, maka makin banyak kemungkinannya untuk kena penyakit diabetes, darah tinggi, dan gangguan kolesterol, katanya.
Baca juga: Manfaat keju, cegah osteoporosis hingga tingkatkan imun
Menurut dr. Roy, di Indonesia diperlakukan analisa dan data, apakah setelah enam bulan pasca era COVID-19 selesai, penyakit metabolik akan bertambah? Misalnya, yang tadinya tidak diabetes jadi diabetes. Dari yang tadinya diabetes ringan, menjadi diabetes berat. Yang tadinya kolestrolnya biasa saja, malah jadi naik.
Ini semua, karena pada saat WFH, mereka takut beli obat, tidak konsultasi ke dokter, dan banyak timbul kecemasan bahkan takut bertemu orang luar.
Pola hidup
Untuk mencegah timbulnya penyakit metabolik, ia menyarankan, bila pada masa pre-COVID-19 mereka sudah melakukan pola hidup yang baik, dengan olahraga rutin, konsumsi makanan sehat serta bergizi.
Pada saat era COVID-19 dan #dirumahaja, mereka bisa tetap melakukan kegiatan positif itu, termasuk mereka yang biasa olahraga dalam ruangan, bisa mengganti olahraga dengan cara lain selama di rumah karena mempunyai waktu untuk diri sendiri.
Sebaliknya, untuk mereka yang belum memiliki pola hidup yang baik pada saat pre-COVID-19, di masa pandemi ini menjadi waktu yang tepat untuk mereka untuk melakukan pola hidup yang baik. Dengan cara memperbaiki pola hidup, di antaranya dengan berolahraga teratur, tidur cukup, minum air putih cukup, makan makanan bergizi dan suplemen yang baik.
Hal senada, dikemukakan dr. Erlina bahwa kebiasaan yang sudah dijalankan saat pandemi COVID-19 harus terus dijalankan saat normal baru. Pertama adalah disiplin PSBB, antara lain membatasi untuk bepergian, menjaga jarak, menggunakan masker, cuci tangan, hidup bersih, dan sehat, termasuk meningkatkan daya tahan tubuh mereka.
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, masyarakat harus melakukan makan yang cukup, istirahat yang cukup, memiliki suasana hati yang bagus atau jangan stres, minum vitamin, dan sebagainya.
Bagi masyarakat yang tidak begitu yakin apakah makanan yang dikonsumsi sudah cukup mengandung vitamin, maka mereka bisa melengkapinya dengan mengonsumsi produk vitamin atau suplemen, ujar dr. Erlina.
Antioksidan sangat penting untuk menangkal radikal bebas. Radikal bebas itu terbentuk dari racun-racun yang masuk ke dalam tubuh. Paling mudah itu adalah dari asap rokok dan asap kendaraan bermotor yang dapat menciptakan radikal bebas. Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan akibat radikal bebas tadi.
Sebaliknya, bila kekurangan antioksidan, daya tahan tubuh akan menurun. Seperti diketahui, vitamin C juga mempengaruhi sistem imun. Artinya, tanpa vitamin, tubuh tidak bisa membentuk sistem imun yang baik.
Baca juga: Ahli sebut sel punca bisa untuk terapi penyeimbang imunitas tubuh
Dengan beragam manfaat antioksidan, tiap orang membutuhkan antioksidan. Baik anak-anak maupun orang dewasa. Makanya, ada vitamin C untuk anak-anak yang mengandung antioksidan. Sebab, tujuan dari antioksidan adalah menetralisir radikal bebas, katanya.
Seiring wabah COVID-19 SOHO Global Health juga memberikan dukungan melalui penyediaan antioksidan sebagai terapi untuk memperkuat kekebalan tubuh.
VP Research & Development SOHO Global Health DR. Raphael Aswin Susilowidodo, M.Si, mengatakan suplemen yang berasal dari mikroalaga spesies haemustococcus pluvalis ini memiliki senyawa karotenoid dengan antioksidan yang kuat.
Potensi antioksidan dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat/ senyawa/ molekul untuk menetralkan radikal bebas. Antioksidan diperlukan tubuh guna melindungi organ dari kerusakan yang disebabkan radikal bebas.
Secara umum, mekanisme perlindungan dari antioksidan adalah dengan menstabilkan radikal bebas yakni dengan melengkapi kekurangan pasangan elektron pada radikal bebas sehingga mampu menghambat reaksi rantai pembentukan radikal bebas, jelasnya.
Suplemen
Dokter Spesialis Alergi-imunologi, Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD, KAI mengatakan, COVID-19 ini merupakan suatu virus pandemi yang menimbulkan ketakutan banyak orang. Jadi, semua orang pakai macam-macam, termasuk pakai suplemen.
Terpenting pada kondisi seperti ini adalah antioksidan. Ini penting sekali, karena proses di dalam tubuh, seperti makanan dan segala macam, akan terbentuk oksidan-oksidan. Jadi, antioksidan itu adalah salah satu yang meningkatkan imun sistem.
Antioksidan ada di vitamin A, C, dan E. Kalau ada yang sejenis itu yang bisa kita konsumsi, itu bagus sekali. Dan, ini bisa dijadikan suplementasi untuk kecukupan antioksidan dalam tubuh kita, ujarnya.
Baca juga: Papdi: Puasa dapat tingkatkan sistem imun tubuh
Prof. Iris mengatakan, bukan hanya pada saat COVID-19, sehari-hari pun kita butuh antioksidan. Apalagi, dengan kondisi COVID-19 mengharuskan setiap orang butuh sistem imun yang baik.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini menjelaskan, cara kerja antioksidan adalah menetralisir molekul radikal bebas di dalam tubuh. Artinya, antioksidan adalah suatu substansi yang dapat menetralisir atau menghancurkan radikal bebas (zat-zat yang dapat menimbulkan racun di dalam tubuh).
Dengan antioksidan, radikal bebas dapat ditangkal. Sehingga tubuh kita juga dapat menangkal peradangan, antara lain radang sendi.
Kalau kita tidak yakin dengan kecukupan mengonsumsi buah dan sayur, kita bisa menambahnya dengan mengonsumsi suplemen. Namun, bagi orang yang sudah yakin dengan konsumsi buah dan sayur, tidak masalah kalau tidak melengkapinya dengan suplemen, lanjut Prof Iris.
Sayangnya, konsumsi sayur dan buah sehari-hari sering tidak cukup. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan untuk mengonsumsi sayur dan buah sebanyak 400 gram per hari. Sedangkan rata-rata orang Indonesia hanya konsumsi 173 gram per hari (data BPS 2016).
Padahal, bila antioksidan dalam tubuh bagus, maka orang akan lebih fit, lebih bergairah, lebih bersemangat, tidak lemah dan lesu, dan sebagainya.
Bahkan, antioksidan juga bagus untuk kulit. Banyak kegunaan antioksidan, selain dapat menangkal radikal bebas dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020