Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar rapat koordinasi dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di Jakarta pada Selasa.Menteri Koperasi dan UKM juga merupakan bagian dari anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
Rapat Koordinasi dipimpin langsung oleh Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki dan Kepala PPATK, Dr. Dian Ediana Rae. Rapat ini bertujuan untuk meningkatkan sinergi kedua lembaga guna menjaga integritas koperasi agar tidak dijadikan sebagai sarana kejahatan pencucian uang.
Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyebutkan bahwa koperasi merupakan bagian penting dari rezim pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).
Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang antara lain mengatur koperasi, khususnya yang melakukan kegiatan simpan pinjam sebagai Pihak Pelapor.
“Karena itulah, peran Kementerian Koperasi dan UKM sebagai lembaga pengawas dan pengatur dari koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam menjadi sangat strategis. Menteri Koperasi dan UKM juga merupakan bagian dari anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,” kata Dian Ediana.
Kepala PPATK menjelaskan bahwa pengawasan terhadap koperasi, khususnya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) memang bukanlah hal yang mudah. Berdasarkan data Sectoral Risk Assessment yang dihimpun PPATK bersama sejumlah lembaga terkait, tidak kurang terdapat 67.891 Koperasi Simpan Pinjam/Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah/Unit Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.
Dari jumlah tersebut, hanya 501 KSP yang sudah teregister dan sudah menyampaikan 297 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan 2.451 Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) selama periode tahun 2010 hingga Juni 2020. Fakta yang meresahkan adalah terdapat sejumlah kasus koperasi yang digunakan sebagai sarana pencucian uang maupun berbagai kejahatan lainnya.
Berbagai perkara terkait dengan koperasi menelan kerugian hingga triliunan rupiah, seperti perkara yang menjerat Koperasi Langit Biru yang menelan dana nasabah hingga Rp 6 triliun, Koperasi Pandawa dengan kerugian Rp3 triliun, hingga Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebesar Rp 3,2 triliun. Lebih jauh, terungkap juga koperasi yang digunakan sebagai sarana kejahatan narkotika.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyebutkan bahwa permasalahan yang membelit koperasi, terutama Koperasi Simpan Pinjam sudah menjadi problematika yang serius. Sudah ditemukan berbagai contoh KSP yang melakukan praktik kejahatan yang merugikan orang banyak. Muaranya adalah rusaknya integritas koperasi yang sepatutnya berfungsi sebagai soko guru perekonomian nasional.
“Kami sudah melakukan upaya moratorium pembukaan KSP baru dan perluasan cabang KSP yang sudah ada. Sistem pengawasan juga sedang kami kembangkan, agar model pengawasan koperasi dapat menyerupai yang diterapkan di perbankan,” kata Menteri Koperasi dan UKM.
Pertemuan ini menghasilkan komitmen kerja sama yang positif dari kedua lembaga. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan Menteri Koperasi dan UKM bahwa kerja sama kedua lembaga perlu terus diperdalam.
Ajakan ini disambut positif oleh Kepala PPATK yang menyampaikan perlunya kerja sama lebih detail di level teknis antara Kementerian Koperasi dan UKM dan PPATK. Rapat koordinasi juga membahas berbagai solusi untuk menjaga integritas dan kapasitas koperasi, seperti menjadikan Koperasi Serba Usaha sebagai bagian dari Pihak Pelapor; memperkuat pengawasan terhadap koperasi hingga tingkat provinsi dan kabupaten.
Baca juga: Kepala PPATK dorong penerapan UU TPPU untuk kejahatan ekonomi
Baca juga: Presiden Jokowi saksikan sumpah Dian Ediana sebagai Kepala PPATK
Baca juga: PPATK pastikan operasional tetap berjalan meski WFH
Pewarta: Budi Suyanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020