Karena menurut saya ke depan ini daftar prioritas cara berpikir orang naik pesawat agak sedikit berubah, mungkin ke depan ada perasaan cari maskapai yang aman, saya yakin tidak akan tertular dan menularkan selama di dalam bandara dan pesawat
Maskapai Garuda Indonesia akan menjadikan aspek kesehatan sebagai kekuatan daya saing dalam bisnis di masa normal baru.
“Kami mencoba memahami ‘behaviour’ (sikap) penumpang Garuda, kalau senangnya pesta, di pesawat pesta terus, harus ‘matching’. Kita enggak pernah jamin sehat, tapi rasa aman dan nyaman. Nyaman hari ini beda, kita menyesuaikan sikap baru masyarakat kita, itu akan jadi ‘competitive advantage’ (keuntungan daya saing) kita,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, prioritas masyarakat dewasa ini dengan dahulu sebelum adanya COVID-19 berbeda, masyarakat saat ini lebih fokus ke jaminan agar tidak tertular virus tersebut.
“Karena menurut saya ke depan ini daftar prioritas cara berpikir orang naik pesawat agak sedikit berubah, mungkin ke depan ada perasaan cari maskapai yang aman, saya yakin tidak akan tertular dan menularkan selama di dalam bandara dan pesawat,” katanya.
Sehingga, lanjut Irfan, tidak tertutup kemungkinan kenaikan tiket tidak terlalu menjadi pertimbangan masyarakat untuk terbang, terutama bagi mereka yang sering melakukan perjalanan dengan pesawat, baik itu urusan bisnis maupun hobi.
“Kenaikan tiket itu jadi konsiderasi baru ketika orang mau terbang seperti apa, harga mungkin jadi kriteria nomor 9, okelah nambah Rp150.000 untuk rapid tet yang penting saya aman. Kita ingin semua orang senang terbang dengan Garuda,” katanya.
Maskapai pelat merah itu pun berencana untuk melaksanakan tes cepat sendiri untuk para calon penumpangnya.
Dengan demikian, menurut dia, bisa mengurangi kerepotan calon penumpang yang harus mengeluarkan biaya tambahan selain biaya tiket itu sendiri dan biaya lainnya.
“Tidak menciptakan ‘cost’ (biaya) tambahan buat penumpang, selain bayar tiket biaya perjalanan ke bandara, beli oleh-oleh, mesti rapid test, bahkan beberapa kota bandara perlu PCR, pernyataan saya banyak yang enggak terlalu suka, PCR lebih mahal dari tiketnya,” katanya.
Sebelumnya Irfan menyatakan tes cepat dirasa sudah cukup sebagai syarat calon penumpang untuk melakukan penerbangan dan tidak perlu sampai tes Polymerase Chain Reaction (PCR) karena harganya yang dinilai lebih mahal daripada tiket pesawat itu sendiri.
“Ke depan kita pastikan mereka naik pesawat sehat, menurut kami ‘rapid test’ cukup, berapa biayanya. Saya enggak mengeluh, tapi jangan sampai biaya untuk sehat lebih mahal dari biaya terbang,” katanya.
Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Surat Edaran Nomor : 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa untuk penerbangan domestik, calon penumpang diperbolehkan untuk melampirkan hasil tes cepat, sementara itu untuk penerbangan internasional wajib PCR.
Selain itu, kapasitas pesawat juga ditingkatkan dari maksimal 50 persen menjadi 70 persen.
Baca juga: Normal baru, Garuda siapkan tes cepat COVID-19 untuk penumpang
Baca juga: Haji batal, Garuda kehilangan 10 persen pendapatan
Baca juga: Jika normal baru berlangsung lama, Garuda pertimbangkan kenaikan tarif
Baca juga: Dapat dana talangan Rp8,5 triliun, Dirut Garuda harap prosesnya cepat
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020