"Korupsi dalam kondisi darurat bisa diperberat. Melakukan tindak pidana korupsi dalam kondisi darurat hukumannya bisa hukuman mati," kata Aswanto dalam kuliah umum daring bertema "Menuntut Hak dan Menjalankan Kewajiban Konstitusional di Tengah Pandemi COVID-19", Selasa.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 2 Ayat (2) berbunyi: "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Aswanto menekankan masyarakat memiliki tanggung jawab mengontrol dan mengawasi penggunaan anggaran penanganan COVID-19 yang cukup besar, yakni hingga mencapai Rp677,2 triliun.
Baca juga: Hak tenaga kesehatan selama wabah COVID-19 dipersoalkan di MK
Baca juga: Praktik pemberlakuan PSBB digugat ke MK
Baca juga: Khawatirkan marwah MA, mahasiswa ajukan gugatan ke MK
Meski anggaran penanganan COVID-19 begitu besar, Guru besar Ilmu Pidana Universitas Hasanuddin itu menyebut terdapat keluhan mahalnya biaya tes swab yang harus dibayar sendiri.
Menurut dia, semestinya anggaran besar itu termasuk dialokasikan untuk menentukan positif tidaknya seseorang karena akan berkaitan dengan tindakan yang akan diambil pemerintah.
"Saya juga tanda tanya mengapa kita yang harus bayar," kata Aswanto.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan dari jumlah Rp677,2 triliun biaya penanganan COVID-19, Rp87,55 triliun di antaranya untuk bidang kesehatan, seperti belanja penanganan COVID-19, tenaga medis, santunan kematian, bantuan iuran untuk jaminan kesehatan nasional, pembiayaan gugus tugas, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020